Bisnis.com, JAKARTA – Harga aluminium terpantau kembali menguat di tengah rencana larangan ekspor dari Rusia oleh bursa London Metal Exchange (LME) memperburuk kekhawatiran pasokan global.
Berdasarkan data Bloomberg pada Jumat (30/9/2022), harga aluminium tercatat naik 0,2 persen ke US$2.214 per ton pada perdagangan di Shanghai, China. Dengan demikian, sepanjang pekan ini harga aluminium telah naik sekitar lebih dari 2 persen.
Adapun, pada sesi perdagangan Kamis (29/9/2022) kemarin harga aluminium melonjak hingga 8,5 persen dan mengungguli reli di pasar logam dasar lainnya.
Kenaikan harga alumunium dipicu oleh rencana LME yang mempertimbangkan sejumlah kondisi untuk melarang ekspor logam ini dari Rusia untuk didistribusikan ke pasar global. Rencana LME tersebut akan memunculkan dampak signifikan ke pasar logam dasar dunia mengingat Rusia juga merupakan produsen utama nikel dan tembaga.
Meski demikian, pelaku pasar menilai aluminium akan menjadi komoditas yang paling terdampak dari rencana larangan ini. Lebih dari 50 persen fasilitas smeltering di Eropa telah berhenti operasi akibat krisis energi.
Larangan tersebut akan berimbas pada meningkatnya volatilitas di pasar, setelah terjadi aksi jual besar – besaran di pasar aluminium akibat potensi resesi global.
Baca Juga
Analis Goldman Sachs Nicholas Snowdon memprediksi larangan tersebut tidak direalisasikan oleh LME. Di sisi lain, tekanan harga pada alumunium masih akan terjadi selama beberapa waktu ke depan mengingat lemahnya permintaan di Eropa.
“Melarang ekspor dari Rusia tidak akan berefek baik untuk pasar menbgingat kondisi geopolitik global saat ini,” jelasnya dikutip dari Bloomberg.
Sementara itu, Analis China Futures Co Wang Xianwei mengatakan rencana LME tersebut berpotensi memicu terjadinya short squeeze di pasar aluminium. Meski demikian, ia meyakini LME akan berupaya untuk menghindari kejadian serupa yang terjadi pada pasar nikel Maret tahun ini.