Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah menargetkan pembiayaan utang dari Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp712,93 triliun dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2023.
Dalam nota keuangan yang disampaikan Presiden Joko Widodo, jumlah tersebut naik tipis 0,2 persen jika dibandingkan dengan outlook APBN tahun 2022 sebesar Rp711,57 triliun.
Ia menjelaskan, upaya pemenuhan target pembiayaan utang melalui penerbitan SBN tahun 2023 akan dilakukan dengan memprioritaskan instrumen SBN berdenominasi rupiah.
Terkait hal tersebut, Chief Investment Officer STAR AM Susanto Chandra menuturkan, target pembiayaan melalui SBN pada tahun depan cukup realistis. Menurutnya, apabila laju inflasi terkendali dan perekonomian meningkat dengan baik, maka serapan SBN di pasar akan optimal.
“Sentimen tersebut nantinya akan berimbas pada meningkatnya minat investor asing terhadap obligasi pemerintah Indonesia,” katanya saat dihubungi Bisnis, Kamis (18/8/2022).
Meski demikian, Susanto mengatakan serapan di pasar SBN berpotensi terhambat apabila ketidakpastian ekonomi pada 2023 masih tinggi.
Baca Juga
Hal ini juga dibayangi oleh kebijakan Bank Indonesia (BI) yang mungkin menurunkan partisipasi dalam serapan SBN baik secara langsung maupun tidak langsung.
“Jika kondisi tersebut terealisasi, maka target penerbitan di tahun depan akan terlihat agresif,” kata Susanto.
Untuk menjaga minat investor terhadap SBN, Susanto menuturkan pemerintah perlu memperhatikan imbal hasil (yield) yang ditawarkan. Pemerintah wajib menawarkan imbal hasil yang sesuai dengan tingkat suku bunga di tahun depan.
Secara terpisah, Head of Research & Market Information Department Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI) Roby Rushandie mengatakan target pemerintah pada 2023 tergolong masih realistis mengingat pemerintah sudah harus menjaga defisit APBN terhadap PDB maksimal 3 persen.
Meski demikian, Roby menilai pemerintah perlu mewaspadai sejumlah tantangan target ini pada tahun depan. Menurutnya, ketidakpastian ekonomi masih melanda sepanjang tahun 2023, sehingga akan berdampak terhadap serapan SBN.
“Apalagi sudah berakhirnya burden sharing dengan Bank Indonesia akan menjadi tantangan disamping kondisi ekonomi global,” tambahnya.
Roby melanjutkan, permintaan investor domestik terhadap SBN diperkirakan masih tinggi. Hal ini didorong oleh kebutuhan reinvestasi dan valuasi yang cenderung atraktif.
Adapun, untuk investor asing Roby memprediksi pemerintah akan mengoptimalkan penerbitan obligasi global atau global bond.