Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah ditutup menguat pada perdagangan Jumat (29/7/2022), namun mencatatkan pelemahan bulan kedua berturut-turut karena prospek permintaan yang memburuk mengimbangi kekhawatiran atas pasokan fisik yang ketat.
Berdasarkan data Bloomberg pada Jumat (29/7/2022), harga minyak West Texas Intermediate (WTI) ditutup menguat 2,2 persen ke US$98,62 per barel di New York Mercantile Exchange.
WTI menguat sekitar 4 persen sepanjang pekan. Namun demikian, WTI mencatat penurunan bulanan berturut-turut pertama sejak 2020 karena kekhawatiran perlambatan ekonomi memicu sentimen bearish di seluruh pasar.
Sementara itu, harga minyak Brent untuk pengiriman September, yang berakhir Jumat, ditutup menguat 2,7 persen ke level US$110,01 di ICE Futures Europe exchange.
Ekonomi AS menyusut di kuartal II/2022 karena lonjakan inflasi melemahkan belanja konsumen. Citigroup Inc. mengatakan ada tanda-tanda pasar minyak sedang moderat. Namun, Exxon Mobil Corp. tidak melihat tanda-tanda penurunan permintaan bahan bakar utama.
"Kami tidak melihat sesuatu yang menandakan bahwa AS berada dalam resesi, atau hampir resesi," kata CEO Exxon Mobil Darren Woods, dikutip Bloomberg Sabtu (30/7/2022).
Baca Juga
Meskipun penguatan minyak mentah akibat invasi Rusia ke Ukraina mulai terkikis, WTI masih menguat lebih dari 30 persen sepanjang tahun ini. Lonjakan harga energi telah menopang pendapatan produsen minyak, dengan Exxon dan Chevron Corp. bergabung dengan Shell mencatatkan rekor laba.
Direktur Senior di Emirates NBD Bank PJSC Edward Bell mengatakan fundamental yang mendasari harga minyak masih tetap cukup kuat.
"Ada risiko serius di sekitar pasokan. Sanksi terhadap Rusia akan lebih berat akhir tahun ini, OPEC+ melampaui rencana tambahan pasokan ke pasar dan tidak ada respons pasokan di AS," ungkap Edward.