Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Khawatir Resesi, Harga CPO Anjlok Ikuti Komoditas Energi

Ada faktor penekan harga CPO dari dalam negeri karena Indonesia telah mengeluarkan izin untuk mengirimkan lebih dari 1,4 juta ton CPO untuk mengurangi persediaan.
Ilustrasi Refined, bleached, and deodorized (RBD) palm oil sebagai bahan baku minyak goreng/ The Edge Markets
Ilustrasi Refined, bleached, and deodorized (RBD) palm oil sebagai bahan baku minyak goreng/ The Edge Markets

Bisnis.com, JAKARTA – Harga komoditas minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) mengalam penurunan ke kisaran 3.000-an ringgit per ton setelah sempat menyentuh di atas 5.000 ringgit per ton pada tahun ini.

Mengutip data Bloomberg, harga CPO sampai dengan 15 Juli 2022 tercatat turun ke 3.632 ringgit per ton atau 0,30 persen dari hari sebelumnya.

Analis Komoditas TRaderindo.com Wahyu Laksono mengatakan, penurunan harga CPO saat ini lebih dipengaruhi oleh sentimen global.

“Komoditas memang sedang koreksi. Tren naik komoditas seperti dalam bahaya karena pergeseran atau transisi narasi dari inflasi yang tak terkendali ke ketakutan pertumbuhan global utama atau resesi,” ungkapnya kepada Bisnis, Senin (18/7/2022).

Pasar komoditas menderita kerugian selama pekan lalu dan peristiwa ini jarang terjadi, didorong oleh ekspektasi bahwa Federal Reserve akan terus menaikkan suku bunga. Dana berjangka Fed memperkirakan ada kemungkinan 99 persen bahwa kenaikan suku bunga kedua sebesar 75 basis poin akan dilakukan untuk pertemuan FOMC 27 Juli mendatang.

“Komoditas energi seperti minyak Brent turun 7,5 persen, bersama dengan gas alam sebesar 20,8 persen di New York Mercantile Exchange. Sektor energi sangat lemah, merosot lebih dari 5 persen karena minyak mentah turun dengan persentase yang sama. Wajar CPO melemah juga,” imbuhnya.

Di sisi lain ada pula penekan harga CPO dari dalam negeri karena Indonesia telah mengeluarkan izin untuk mengirimkan lebih dari 1,4 juta ton CPO untuk mengurangi persediaan.

Adapun, pencabutan larangan ekspor CPO Indonesia selama tiga minggu, yang diterapkan untuk menjinakkan harga minyak goreng domestik yang melonjak, menyebabkan ekspektasi persediaan CPO di Malaysia lebih tinggi.

Sementara itu, permintaan juga melemah, telihat dari ekspor Malaysia selama 1-20 Juni anjlok antara 10 persen dan 17 persen dari bulan sebelumnya, dan permintaan akan tetap melemah seiring pergerakan produsen besar Indonesia untuk meningkatkan pengirimannya.

Pemerintah Malaysia juga telah meminta pabrik kelapa sawit untuk melanjutkan produksi dan membeli buah kelapa sawit dari petani, setelah anjloknya harga minyak nabati mendorong beberapa perusahaan untuk menghentikan pengolahan.

“Meskipun ada kemungkinan permintaan CPO untuk minyak goreng masih sangat dbutuhkan, tapi sulit mengharapkan kenaikan harga CPO, apalagi melewati level tertinggi tahun ini. CPO masih rentan koreksi dengan kisaran konsolidasi di 3.000 – 4.000 ringgit per ton. Namun, pergerakan di sekitar 5.000 ringgit per ton masih ada peluang tahun ini,” tambahnya.

Wahyu merekomendasikan jika bisa bergerak ke atas 5.000 ringgit per ton, investor bisa mengambil langkah sell on strength dan jika bergerak di bawah 4.000 bisa melakukan buy on weakness.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Mutiara Nabila
Editor : Farid Firdaus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper