Bisnis.com, JAKARTA - Emiten produsen sawit, PT Sumber Tani Agung Resources Tbk. (STAA) menargetkan produksi CPO meningkat 12 persen tahun ini.
Selain itu, perseroan juga menargetkan dapat mempertahankan laba bersih di atas Rp1 triliun.
Direktur Utama Sumber Tani Agung Resources Mosfly Ang menjelaskan secara historis perseroan memegang tanaman dengan usia yang prima, sehingga masih mengalami pertumbuhan produksi setiap tahunnya.
Berdasarkan datanya, rata-rata usia tanam kepala sawit milik emiten berkode STAA ini berumur 12 tahun dengan yield Tandan Buah Segar (TBS) mencapai 22,8 ton/Ha jauh di atas rata-rata industri 16,9 ton/Ha.
"Proyeksi tahun ini secara historis tanaman yang STAA punya berada di usia prima, masih muda, produksi TBS internal rata-rata naik 12 persen yoy. Kami berekspektasi di 2022 produksi internal CPO akan mengalami kenaikan 12 persen yang menjadi target internal CPO kami," jelasnya dalam paparan publik, Jumat (15/7/2022).
Lebih lanjut, STAA memproduksi TBS internal secara efisien yang dikombinasikan dengan pembelian TBS eksternal menjadi salah satu strategi perusahaan menjaga marjin operasional.
Baca Juga
Hingga kuartal I/2022 produksi TBS internal STAA mencapai 184.113 ton setara 49,2 persen total produksi, sementara TBS eksternal menghasilkan 189.764 ton setara 50,8 persen. Produksi internal ini meningkat secara persentase.
Jika mengacu target pertumbuhan prouksi crude palm oil (CPO) 12 persen, artinya perseroan menargetkan produksi CPO di atas 429.943 ton. Adapun, total produksi CPO pada 2021 sebanyak 383.878 ton.
Direktur Keuangan Sumber Tani Agung Resources Lim Chi Yin menjelaskan target anggaran awal perseroan dapat menghasilkan laba yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk mencapai Rp1 triliun.
"Kami harap itu laba bersih atau laba diatribusikan kepada pemilik entitas kurang lebih Rp1 triliun sama dengan tahun ini. Melihat kondisi harga saat ini, kami yakin masih bisa capai angka ini," terangnya.
Namun, dia juga menegaskan target laba bersih ini dibuat berdasarkan suatu asumsi harga dari produk olahan sawit. Dengan begitu, ketika selisih harganya turun terlalu jauh menjadi faktor risiko target tersebut tidak dapat tercapai.
Tahun lalu, STAA berhasil membukukan penjualan neto Rp5,88 triliun, naik 39,96 persen dari penjualan neto pada 2020 Rp4,20 triliun.
Dari penjualan tersebut, laba periode tahun berjalan STAA yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp1,08 triliun, meroket 162,72 persen dari Rp410,03 miliar pada 2020.