Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Babak Belur, 1 Euro Kini Setara US$1, Sama-Sama Rp15.000

Euro kini berada di posisi Rp15.010 pada akhir perdagangan Selasa. Adapun dolar AS ditutup di posisi Rp14.995 hari ini. Euro melemah di tengah kekhawatiran energi dan risiko resesi yang membebani prospek ekonomi eropa.
Petugas menghitung uang dolar AS di Cash Pooling Bank Mandiri, Jakarta, Kamis (23/6/2022). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Petugas menghitung uang dolar AS di Cash Pooling Bank Mandiri, Jakarta, Kamis (23/6/2022). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Bisnis.com, JAKARTA – Mata uang euro kini setara nilainya dibandingkan dolar AS pada perdagangan hari ini, Selasa (12/7/2022), di tengah kekhawatiran energi dan risiko resesi yang membebani prospek zona euro.

Di sisi lain, sentimen penghindaran risiko atau risk-off memicu reli luas dolar AS.

Berdasarkan data Bloomberg, 1 euro kini bernilai US$1,0004 per pukul 16.33 WIB melemah 0,36 persen dari perdagangan sebelumnya. Terakhir euro mencapai level terendah ini terjadi pada tahun 2002.

Dibandingkan rupiah, euro kini berada di posisi Rp15.010 pada akhir perdagangan Selasa. Adapun dolar AS ditutup di posisi Rp14.995 hari ini.

Sementara itu, indeks dolar AS yang melacak pergerakan greenback terhadap enam mata uang utama lainnya terpantau menguat 0,492 poin atau 0,46 persen ke level 108,513 pada puku 16.26 WIB.

Pelemahan euro terhadap dolar AS terjadi sangat cepat. Padahal, mata uang bersama ini masih diperdagangkan di kisaran US$1,15 pada Februari.

Serangkaian kenaikan suku bunga Federal Reserve yang semakin besar telah mendorong dolar AS, sementara invasi Rusia ke Ukraina telah memperburuk prospek pertumbuhan di zona euro dan mendorong biaya impor energi kawasan itu.

Analis Unicredit mengatakan logika yang berlaku di pasar valas dan di seluruh aset tetap sama, yaitu the Fed masih dianggap memiliki lebih banyak ruang untuk menaikkan suku bunga ke depan, juga ditopang oleh data tenaga kerja AS yang kuat untuk Juni.

"Di sisi lain, bank sentral lain, seperti ECB dan BoE, mungkin terpaksa menjadi lebih berhati-hati, mengingat lebih banyak eksposur langsung yang dimiliki ekonomi masing-masing terhadap krisis gas dan energ," ungkap Unicredit seperti dikutip Bloomberg, Selasa (12/7/2022).

Pelemahan euro yang lemah telah mengekspos kendala utama yang dihadapi Bank Sentral Eropa karena organisasi tersebut harus mengatasi risiko bahwa menaikkan suku bunga dapat mendorong imbal hasil obligasi zona euro jauh lebih tinggi, menurut Jennifer McKeown, kepala layanan ekonomi global di Capital Economics.

Karena itu, fokus pasar adalah pada apakah bank sentral dapat menjaga spread obligasi periferal tetap sempit menggunakan alat anti-fragmentasi baru, dan memungkinkannya untuk terus menaikkan suku bunga sebagai respons terhadap inflasi yang tinggi.

“Seringkali orang akan melihat euro yang lebih lemah dan mengatakan itu bagus untuk ekspor. Tapi saat ini, hal itu dipandang lebih negatif. Ini (pelemahan euro)  menambah tekanan inflasi dalam hal inflasi impor, yang merupakan sesuatu yang benar-benar tidak diinginkan ECB,” ungkap mcKeown.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper