Bisnis.com, JAKARTA – Prospek pemulihan produksi dan percepatan ekspor di Indonesia akan menekan pertumbuhan emiten sektor minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO).
Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Juan Harahap dalam laporannya pada Rabu (6/7/2022) menurunkan rating sektor CPO menjadi netral (neutral). Menurutnya, salah satu faktor yang akan menekan prospek emiten CPO adalah percepatan ekspor yang akan dilakukan Indonesia.
Melalui Peraturan Menteri Perdagangan No 38/2022, pemerintah akan mengakselerasi proses distribusi CPO melalui ekspor.
Dengan peraturan tersebut, produsen atau eksportir CPO di Indonesia tidak perlu memenuhi kuota domestik atau domestic market obligation (DMO). Namun, para eksportir dibebankan pajak ekspor sebesar US$200 per ton.
Selain itu, pemerintah Indonesia juga menurunkan pajak maksimal ekspor CPO dari US$575 per ton menjadi US$488 per ton sebagai bentuk insentif kepada pelaku usaha.
“Dengan potensi perbaikan ekspor Indonesia pada semester II/2022, maka pergerakan harga CPO global akan terhambat,” jelasnya.
Baca Juga
Juan melanjutkan, jumlah produksi CPO Indonesia juga diprediksi akan tumbuh pada tahun ini setelah cenderung datar pada 2021.
Menurut Juan, stagnansi pertumbuhan produksi tahun lalu disebabkan oleh beberapa faktor seperti cuaca kering, minimnya pemupukan akibat tren harga komoditas pada 2019 dan program penanaman kembali (replanting) yang tidak berjalan optimal.
“Pemulihan produksi CPO Indonesia akan terjadi secara gradual, dengan pertumbuhan sekitar 5 persen yoy menjadi 54 juta ton pada akhir tahun 2022,” jelasnya.
Selain Indonesia, kenaikan produksi CPO juga akan terjadi pada Malaysia seiring dengan masalah ketenagakerjaan akibat pandemi yang mulai dapat diatasi.
Selain itu, program penanaman kembali atau replanting yang dilakukan juga dinilai berhasil dengan naiknya jumlah area tertanam menjadi 89,2 persen dari sebelumnya 88,4 persen pada tahun 2020.
Seiring dengan hal tersebut, Juan memprediksi total produksi CPO Malaysia akan tumbuh menjadi 19 juta ton atau 5 persen yoy. Produksi tersebut masih berada di bawah total pada tahun 2019 sebesar 19,9 juta ton.
Sementara itu, permintaan impor CPO dari India diprediksi akan meningkat. Hal ini seiring dengan hasil panen oilseed yang diprediksi akan buruk akibat cuaca panas berkepanjangan yang terjadi di negara tersebut.
“Kami percaya hal tersebut akan memicu meningkatnya aktivitas impor untuk CPO mengingat ketergantungan India akan panen oilseed nya yang mencakup sekitar 50 persen dari total konsumsi minyak nabati,” demikian kutipan laporan tersebut.
Sementara itu, permintaan CPO dari China diprediksi tetap volatil. Juab menuturkan, hal ini disebabkan oleh kebijakan lockdown yang dilakukan pemerintah setempat setelah jumlah kasus positif virus corona kembali meningkat.
Namun, permintaan impor China diyakini akan kembali meningkat setelah kebijakan lockdown tersebut dilonggarkan atau dihilangkan.
Adapun, dalam rekomendasinya, Juan mengunggulkan saham LSIP sebagai top pick pada sektor CPO dengan target harga Rp1.900. Selain itu, saham AALI juga dapat dicermati dengan target harga Rp14.500.