Bisnis.com, JAKARTA – PT Bursa Efek Indonesia (BEI) telah mengingatkan sebanyak enam kali potensi penghapusan saham atau delisiting PT Sugih Energy Tbk. (SUGI). Adapun publik menjadi pengendali dengan porsi paling banyak yakni 66,23 persen, sementara Dana Pensiun Pertamina mendekap 8,05 persen saham SUGI.
BEI pertama kali mengumumkan potensi delisting SUGI pada 13 Maret 2020, kemudian berlanjut pada pengumuman 30 Juni 2020, 4 Januari 2021, 1 Juli 2021, 3 Januari 2022, dan terakhir 4 Juli 2022.
"Suspensi saham SUGI telah mencapai 24 bulan pada tanggal 1 Juli 2021. Dengan demikian, saham SUGI telah memenuhi kriteria delisting," papar pengumuman Bursa Efek Indonesia, Senin (4/7/2022).
Merujuk POJK No. 3 /POJK.04/2021 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal, emiten yang didelisting oleh bursa diwajibkan untuk melakukan pembelian kembali atas seluruh saham yang dimiliki oleh pemegang saham publik, sehingga jumlah pemegang saham menjadi kurang dari 50 pihak dan menjadi perusahaan tertutup.
Kabar terakhir dari SUGI di pengumuman Bursa Efek Indonesia (BEI) adalah pengunduran diri seluruh jajaran komisaris dan direksi SUGI pada 12 Januari 2022.
Dalam suratnya, SUGI menyampaikan bahwa Presiden Direktur Walter Kaminsky, Direktur David K. Wiranata, Direktur Lawrence T.P. Siburian, Presiden Komisaris Fadel Muhammad, Komisaris Independen Sany Kharisman Wisekay, melakukan pengunduran diri.
Ada sejumlah pertimbangan komisaris dan direksi SUGI mengundurkan diri bersama. Direksi telah melakukan berbagai cara agar dapat melaksanakan RUPS tahunan. Namun, tidak ada dana untuk melaksanakan agenda tersebut.
SUGI juga tercatat tidak memiliki karyawan lagi, karena perusahaan tidak memiliki uang untuk membayar gaji sejak awal 2019. Selain itu, SUGI tidak mampu membuat laporan keuangan ke OJK dan BEI sejak 2018.
Di sisi lain, direksi dan komisaris SUGI juga tidak menerima honor sejak RUPSLB pada Oktober 2019.
Sepanjang peringkatan delisting sejak 2020, BEI masih memberikan kesempatan perusahaan yang bersangkutan menunjukkan going concern melalui perbaikan bisnis.