Bisnis.com, JAKARTA — Perusahaan produk kayu, PT Integra Indocabinet Tbk. (WOOD) nampaknya masih berpeluang membidik peningkatan kinerja di pasar ekspor, khususnya di Amerika Serikat.
Hal ini lantaran perang dagang antara Amerika Serikat dan China yang membuka peluang lebih besar bagi perseroan dengan kode saham WOOD tersebut.
Mengutip laman Bursa Efek Indonesia, perseroan mengatakan akan terus menggenjot penjualan di sisa tahun ini, khususnya di pasar Amerika Serikat.
“Pasar Amerika Serikat dinilai menggiurkan ketika terjadi perang dagang dengan China, karena banyak pembeli dari Amerika yang berpindah dari China ke negara Asia lainnya, termasuk Indonesia,” papar manajemen Integra Indocabinet, dikutip Jumat, (17/6/2022).
Sebagai informasi, pada kuartal I/2022 WOOD setidaknya sudah mengantongi pesanan senilai Rp2,1 triliun. Faktor ini turut mendorong kenaikan permintaan produk yang berimbas pada penjualan bersih di periode ini.
Penjualan bersih WOOD moncer sebesar 116,6 persen secara tahunan menjadi Rp1,97 triliun, khususnya didukung oleh segmen komponen bangunan.
Baca Juga
Lebih lanjut, pertumbuhan laba bersih sebesar 102,9 persen year-on-year (yoy) menjadi Rp206,6 miliar pada kuartal I/2022 didukung oleh kenaikan permintaan komponen bangunan dari Amerika Serikat, atau setara 75,8 persen total pendapatan dari ekspor.
Analis Mirae Asset Sekuritas, Rizkia Darmawan dan Handiman Soetoyo dalam risetnya menjelaskan, di tahun ini WOOD optimistis dapat mempertahankan margin bersih pada kisaran 10 persen hingga 12 persen didukung oleh volume penjualan ekspor yang lebih tinggi.
“[Hal ini karena] keuntungan dari pangsa pasar China yang menurun terhadap impor produk dari Amerika Serikat, dan kemampuan [perseroan] untuk mempertahankan harga produknya secara kompetitif,” ujar analis dalam risetnya, dikutip Jumat (17/6/2022).
Mirae meyakini, di tengah kenaikan inflasi saat ini, WOOD sebagai perusahaan terintegrasi vertikal dapat mempertahankan harga produknya secara kompetitif serta memanfaatkan peluang dari penurunan pangsa pasar China.
Sifat perseroan sebagai perusahaan yang terintegrasi secara vertikal dengan kapasitas produksi 90.000 meter kubik per tahun, sehingga dapat menjaga harga pada tingkat yang kompetitif di tengah meningkatnya kekhawatiran tekanan inflasi lebih tinggi serta gangguan rantai pasokan global.
“Hal ini memungkinkan WOOD untuk memenuhi permintaan dari pembeli yang lebih sensitif terhadap harga, sehingga akan terus berlanjut, menurut pandangan kami,” imbuh Mirae.
Amerika Serikat termasuk salah satu importir furnitur kayu terbesar senilai US$17 miliar, dan Indonesia menyumbang 5,1 persen dari keseluruhannya.
Selain itu, Mirae mencatat adanya pertumbuhan nilai ekspor Indonesia untuk produk kayu yang meningkat 29,8 persen yoy menjadi US$5,1 miliar yang menjadi milestone Indonesia dapat membukukan pertumbuhan dua digit untuk ekspor produk kayu.
Hingga tahun 2021, pendapatan WOOD dari ekspor tercatat mencapai 94,2 persen, jauh melampaui tahun 2020 sebesar 48,4 persen.
Pada 2022, WOOD mengalokasikan capex sebesar Rp250 miliar untuk modal ekspansi dan pemeliharaan, serta membeli pabrik baru di Lumajang, Jawa Timur, yang telah dioperasikan sejak awal tahun ini.