Bisnis.com, JAKARTA – Imbal hasil Surat Utang Negara (SUN) Indonesia terpantau belum banyak berubah setelah pertemuan The Fed yang memutuskan kenaikan suku bunga acuan.
Data dari World Government Bonds pada Kamis (16/6/2022) mencatat, tingkat imbal hasil SUN Indonesia berada di level 7,49 persen. Selama sepekan terakhir, yield SUN Indonesia telah melemah sebesar 31,2 basis poin.
Sementara itu, level credit default swap (CDS) 5 tahun Indonesia per hari ini ada di level 132,71. Posisi tersebut mengindikasikan probabilitas default atau gagal bayar sebesar 2,21 persen.
Head of Research & Market Information Department Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI) Roby Rushandie memaparkan, dampak kenaikan suku bunga the Fed dalam jangka pendek akan mendorong volatilitas yield obligasi Indonesia. Hal ini berpotensi mendorong outflow asing dari Surat Berharga Negara (SBN).
“Porsi kepemilikan asing jelang rapat FOMC per 14 Juni 2022 juga telah turun ke level 16,64 persen dari 17,27 persen di awal tahun,” katanya saat dihubungi, Kamis (16/6/2022).
Seiring dengan hal tersebut, Roby memprediksi imbal hasil SUN 10 tahun masih berpotensi meningkat dengan kecenderungan volatil seiring dengan arah kebijakan the Fed yang masih agresif.
Langkah The Fed ini juga akan dibarengi dengan antisipasi beberapa bank sentral negara lainnya yang berpotensi menaikkan suku bunga, termasuk Bank Indonesia yang akan menyesuaikan kebijakannya.
Lebih lanjut, prospek pasar obligasi Indonesia diperkirakan masih diwarnai tingginya volatilitas akibat sejumlah tantangan global dalam jangka pendek.
“Beberapa sentimen yang akan menjadi penekan seperti pengetatan kebijakan moneter global, tensi geopolitik Rusia dan Ukraina, dan perkembangan pandemi Covid-19. Namun, saya rasa investor domestik masih menjadi penopang pasar obligasi ke depannya,” pungkas Roby.