Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Top 5 News BisnisIndonesia.id: Emiten CPO Pilihan hingga Bukti Daya Tarik Pasar Surat Utang Indonesia

Berita tentang rekomendasi saham emiten perkebunan sawit di tengah keputusan pencabutan larangan ekspor menjadi salah satu berita pilihan editor BisnisIndonesia.id. Selain berita tersebut, beragam kabar ekonomi dan bisnis yang dikemas secara mendalam dan analitik juga tersaji dari meja redaksi BisnisIndonesia.id.
Ilustrasi Refined, bleached, and deodorized (RBD) palm oil sebagai bahan baku minyak goreng/ The Edge Markets
Ilustrasi Refined, bleached, and deodorized (RBD) palm oil sebagai bahan baku minyak goreng/ The Edge Markets

Bisnis.com, JAKARTA — Emiten perkebunan kelapa sawit atau crude palm oil/CPO cukup diuntungkan dengan dibuka kembalinya keran ekspor CPO dan produk turunannya. Sejumlah emiten mengalami peningkatan harga saham. Siapa saja masuk daftar saham CPO yang paling prospektif?

Berita tentang rekomendasi saham emiten perkebunan sawit di tengah keputusan pencabutan larangan ekspor menjadi salah satu berita pilihan editor BisnisIndonesia.id. Selain berita tersebut, beragam kabar ekonomi dan bisnis yang dikemas secara mendalam dan analitik juga tersaji dari meja redaksi BisnisIndonesia.id.

Berikut ini highlight Bisnisindonesia.id, Kamis (26/5/2022):

  1. Pilah-Pilah Saham CPO Dari Emiten Grup Astra Hingga TP Rachmat

Pembukaan kembali keran ekspor produk turunan kelapa sawit  menjadi salah satu suntikan tenaga atau booster  bagi laju saham-saham produsen crude palm oil/CPO di lantai bursa. 

Prospek ke depan, emiten komoditas tersebut masih dibayangi harga CPO yang bertahan di level tinggi, aturan kewajiban pasok domestik, dan potensi pertumbuhan permintaan pasar luar negeri.

Presiden Joko Widodo telah  mengumumkan ekspor produk minyak sawit akan kembali dibuka mulai Senin (23/5/2022), mayoritas saham emiten-emiten perkebunan mendarat di zona hijau pada perdagangan akhir pekan lalu.

Jika ditarik mundur saat pelarangan ekspor CPO diberlakukan, keputusan tersebut berimbas pada tumbangnya saham komoditas tersebut.

  1. Saatnya Dorong Ekspor Perikanan Olahan

Ekspor perikanan termasuk hasil bisnis ikan laut selayaknya tidak lagi bergantung kepada produk mentah guna menggenjot nilai perputaran ekonomi kawasan pesisir sekaligus memaksimalkan potensi ekspor produk olahan yang kini bebas hambatan tarif masuk.

Pemerintah telah menyelesaikan dan meratifikasi perjanjian perdagangan dengan sejumlah negara terkait perdagangan produk perikanan termasuk bisnis ikan laut sehingga diharapkan memperluas akses pasar global.

Beberapa perjanjian yang ditandatangani bahkan secara langsung mencakup penetrasi pasar ke sejumlah negara sekaligus yang juga terkait dengan pemangkasan hambatan tarif.

Dengan adanya perjanjian dagang tersebut, diharapkan peluang akses pasar produk perikanan semakin terbuka mengingat hambatan tarif semakin menurun bahkan dihapuskan.

Meski begitu, peluang penetrasi ekspor selayaknya tidak hanya dibarengi dengan peningkatan produksi di daerah penghasil, tetapi juga memicu geliat usaha ikutan bagi masyarakat di kawasan pesisir.  

 

  1. Suku Bunga BI Mei 2022 Tetap, Bisnis Bank Makin Melaju

Kebijakan Bank Indonesia yang tidak menaikkan suku bunga acuannya bulan ini memberikan ruang bagi industri perbankan untuk melanjutkan tren pertumbuhan positifnya. Meski BI melakukan pengetatan GWM, bank sentral juga memberikan insentif tambahan untuk mendukung industri.

BI memutuskan untuk tetap mempertahankan suku bunga acuan di level 3,50 persen pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Mei 2022, meski sebelumnya bank sentral Amerika Serikat yakni the Fed telah menaikkan suku bunga acuannya secara agresif hingga 50 bps di awal bulan.

Langkah Bank Indonesia ini mencerminkan tingginya kepercayaan diri Indonesia terhadap stabilitas ekonomi dalam negeri di tengah gejolak yang terjadi di pasar global.

Pengamat pun menilai, selama suku bunga acuan masih tetap, maka bank punya ruang lebih untuk dorong penyaluran kredit dengan bunga yang akomodatif bagi calon debitur.


  1. Menuntut Keadilan Regulasi Global Kalkulasi Nilai Karbon

Perhitungan yang tidak transparan dan adil menyebabkan harga karbon dari negara maju jauh lebih baik dibandingkan dari negara berkembang sehingga masyarakat sekitar hutan dikhawatirkan tidak dapat memelihara hutan jika berbagai negara tak mampu melakukan mitigasi dan mediasi secara baik.

Upaya global untuk mendorong pengelolaan ekonomi berkelanjutan dengan menekan emisi karbon pemicu perubahan iklim terus digaungkan terhadap negara-negara di seluruh dunia.

Namun pemerintah Indonesia minta keadilan dan keterbukaan soal perhitungan nilai karbon guna mempercepat transisi ke ekonomi tanpa emisi yang ramah lingkungan.

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengkritik bahwa saat ini regulasi global terkait investasi di pasar karbon belum cukup adil.

Jika dibandingkan dengan negara berkembang, harga karbon yang bersumber dari negara maju jauh lebih baik. Bahkan termasuk negara-negara yang memiliki sumber daya alam untuk menghasilkan karbon.

  1. Sukuk Global Ramai Peminat, Bukti Daya Tarik Pasar Indonesia

Tingginya minat investor pada instrumen sukuk global yang diterbitkan pemerintah Indonesia mencerminkan besarnya kepercayaan investor terhadap prospek dan fundamental pasar surat utang Indonesia, kendati kini tengah dibayang-bayangi tekanan sentimen global.

Pemerintah telah berhasil melakukan transaksi penjualan sukuk global sebesar US$3,25 miliar. Minat investor tercatat sangat positif dan mencatatkan kelebihan penawaran (oversubscribed) hingga 3,3 kali.

Dikutip dari keterangan resmi Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan pada Rabu (25/5), emisi sukuk ini terdiri atas US$1,75 miliar dengan tenor 5 tahun dan US$1,5 miliar dengan tenor 10 tahun (seri green).

Permintaan yang tinggi terhadap sukuk global salah satunya disebabkan prospek dari proyek bertemakan lingkungan di tengah kenaikan harga energi.

Di sisi lain, permintaan yang tinggi juga didorong oleh dana yang mengalir ke area Timur Tengah, sejalan dengan demand dan harga minyak global yang tinggi. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper