Bisnis.com, JAKARTA - Pasca tekanan pekan pertama setelah Lebaran, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkirakan bakal kembali memantul melampaui level psikologis 7.000 dan menuju 7.400 hingga akhir tahun.
IHSG melompat 4,85 persen pada akhir perdagangan pekan ini ke level 6.918,14 dari posisi akhir pekan lalu yang sempat mencapai 6.597,99. Khusus perdagangan Jumat (20/5/2022), indeks komposit naik 1,39 persen.
Di sisi lain, investor asing pun sudah mulai kembali ke pasar modal dengan mencatatkan aksi beli bersih Rp232,31 miliar pada akhir pekan lalu.
Investment Analyst Stockbit Hendriko Gani mengungkapkan IHSG kembali menguat karena pelemahan yang signifikan pada pekan sebelumnya.
"Selain itu, surplus neraca dagang tertinggi pada bulan april menjadi sentimen positif juga bagi IHSG dan juga pencabutan ekspor CPO di akhir minggu menjadi katalis positif," paparnya kepada Bisnis, Senin (23/5/2022).
Lebih lanjut, IHSG diproyeksikan akan menguat pada tahun pemulihan ekonomi 2022, menembus level 7.400--7.600. Prediksi tersebut seiring dengan harapan pertumbuhan ekonomi tahun ini yang diperkirakan di kisaran 5,2 persen.
Baca Juga
Founder Indonesia Superstocks Community Edhi Pranasidhi mengungkapkan PDB Indonesia secara rata-rata setiap tahun dari 2001 hingga 2020 sekitar 5 persen.
Pada 2021 terjadi pandemi yang menyebabkan PDB Indonesia hanya tercatat 3,69 persen. Pada 2022 optimisme kembali tumbuh seiring pandemi yang semakin terkendali. Dengan pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama 2022 mencapai 5,01 persen.
Dia menjelaskan, dengan mengacu GDP growth base maka IHSG tahun ini dapat dihitung dengan pertumbuhan ekonomi sekitar 5 persen dikali investment banking data yaitu 2,5 kali dari PDB yaitu sekitar 13 persen penaikannya dibandingkan dengan 2021.
Pada 2021 lalu level tertinggi IHSG mencapai 6.581. Dengan kenaikan 13 persen, IHSG sudah berada di level 7.400-an.
“Namun, jika memperhitungkan earnings per index pada 2022yang sekitar 440-an atau 430, dikalikan rata-rata price earnings ratio (PER) IHSG tertinggi dalam 10 tahun terakhir yaitu 17. Maka, kita akan mendapatkan IHSG tahun 2022 harusnya antara 7.400 - 7.600, seperti itu,” ujarnya.
Hal itu menurutnya diperkuat juga dengan nilai tukar rupiah yang cenderung stabil di kisaran Rp14.400. Serta harga komoditas andalan Indonesia seperti batu bara dan nikel yang terjaga positif.
Selain itu, faktor lain yang dapat memperkuat IHSG adalah dana asing yang masuk ke pasar modal dalam negeri.
Tingkat inflasi yang menerpa perekonomian global akibat konflik geopolitik RusiaUkraina, membuat dana asing dalam jumlah besar masuk ke emerging market termasuk pasar modal di Tanah Air.
Di sisi lain Edhi pun mengingatkan perlunya mewaspadai kenaikan suku bunga oleh The Fed. Langkah otoritas keuangan Amerika Serikat tersebut selalu menciptakan disinflationary di stock market. Artinya setiap kenaikan bunga acuan The Fed membuat pasar modal turun.
“Paling lama itu impact-nya adalah 9 bulan. Jadi yang harus kita catat juga kondisi ini artinya bahwa sentimen market itu lebih berpengaruh dibandingkan apapun. Oleh karena itu rajin-rajinlah meng-update diri terhadap perkembangan ekonomi dunia dan kira-kira apa yang akan terjadi dan mempengaruhi investasi Anda,” katanya.
Oleh karena itu, menurutnya investor tak usah khawatir dengan sentimen negatif terkait dengan persepsi negatif terkait perdagangan di pasar modal pada Mei. Sehingga ada istilah sale in/on May and go away.
Persepsi itu, kata dia, timbul karena pada Mei atau bahkan dari akhir April sampai akhir Juni masyarakat dunia mengenal summer holiday. Biasanya investor lebih suka menyimpan uang tunai dari pada aset karena menghadapi libur panjang.
“Maka sering terjadi yang dinamakan sell in/on May and go away. Padahal boleh saya katakan Mei itu adalah kesempatan untuk beli. Jadi balik lagi ketika semua takut, anda beli. Ketika semua panik beli, anda jual sesederhana itulah,” imbuhnya.
Hal tersebut dijawab Edhi melalui data. Sejak 2001 hingga 2021, IHSG pada Mei hanya mengalami penurunan sebanyak delapan kali. Sedangkan 13 kali mengalami penaikan.
Edhi merekomendasikan saham-saham emiten yang layak dikoleksi, seperti TLKM yang terkoreksi 13,8 persen dari level 4.850, BBRI terkoreksi 10,6 persen dari level 4.980, BBCA terkoreksi 10,8 persen dari level 8.300, ASII terkoreksi 9 persen dari level 7.700, TOBA terkoreksi 45 persen dari level 1.890.
Kemudian, KAEF yang sudah turun 58 persen, MLPL sudah turun 78 persen dan ada EXCL yang sudah turun 20 persen.
“Jadi silahkan saja pilih emiten dengan fundamental yang bagus tapi sudah turun lebih dari 30 persen silahkan di-collect untuk kemudian berinvestasi selama 5 tahun. Dan selalu ingat, pergantian presiden di tahun 2024,” tambahnya.