Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Saham Apple Jadi Pemberat S&P 500, Pergerakan Pasar Ketar-ketir

Saham Apple sempat rebound setelah jatuh dalam sepekan. Beberapa analis menilai situasi pasar saat ini masih mengkhawatirkan akibat fluktuasi saham Apple.
Toko resmi Apple di salah satu pusat perbelanjaan di Moscow, Rusia/Times of Israel
Toko resmi Apple di salah satu pusat perbelanjaan di Moscow, Rusia/Times of Israel

Bisnis.com, JAKARTA – Saham big tech Apple Inc sempat reli pada perdagangan Jumat, (13/5/2022). Meski begitu, analis masih menangkap adanya sinyal kekhawatiran di pasar modal karena perusahaan bervaluasi besar itu masih menjadi pemberat.

Mengutip Bloomberg, Sabtu (14/5/2022), situasi saat ini dianggap cukup mengkhawatirkan bagi pelaku pasar. Pasalnya, Apple bertindak sebagai pemberat pasar tahun ini.

Otomatis, jika saham Apple jatuh terlalu dalam, pasar juga akan ikut menurun. Pada perdagangan Kamis menurut data Nasdaq, Apple sempat terkoreksi hingga lebih dari 9 persen.

Bahkan setelah rebound pada Jumat, Apple masih tercatat menorehkan kinerja buruk di S&P 500 pada 2022.

Founder DataTrek Research, Nicholas Colas mengatakan kepada Bloomberg bahwa pergolakan saham Apple ini merupakan bagian dari tren investor yang menghindari risiko lebih besar.

Sementara itu, Kepala Investasi dan Founder Bokeh Capital Partners, Kim Forrest menegaskan, tidak mungkin pasar modal bisa naik ketika saham terbesarnya terus mengalami tren penurunan.

“Secara matematis tidak mungkin bagi S&P 500 untuk naik ketika saham terbesar terus jatuh," ujar Forrest kepada Bloomberg.

Dirinya menambahkan, aksi jual bisa menjadi tanda investor akhirnya angkat tangan alias menyerah. Namun, hikmahnya yaitu investor ritel terus menggelontorkan uang untuk membeli saham Apple terlepas dari aksi jual yang sedang marak.

Portofolio Senior Manager Roosevelt Investment Group, Jason Benowitz memaparkan, dia akan terus memantau berita dari China untuk melihat arah pergerakan saham Apple. Sejak menerapkan lockdown, negeri Panda tersebut telah memperburuk kondisi rantai pasokan dan menyebabkan Apple rugi miliaran dolar AS pada kuartal terakhir.

“Ada kekhawatiran saat ini tentang kemampuan untuk beroperasi di China, risiko akan ada untuk beberapa waktu,” ujar Jason.

Sebagai informasi, Apple sempat naik 3,2 persen pada perdagangan Jumat (13/5/2022) setelah turun lebih dari 6 persen dalam sepekan dan melenyapkan nilai pasar hingga US$165 miliar.

Keuntungan yang diperoleh Apple menjadikannya populer bagi investor yang tengah mencari aset safe-haven di tengah gejolak pasar.

Namun kini, dengan pergerakan saham yang spekulatif membuat Apple rentan terhadap suku bunga dan nilai inflasi yang lebih tinggi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper