Bisnis.com, JAKARTA — Emiten barang konsumer PT Unilever Indonesia Tbk. (UNVR) tak luput dari dampak volatilitas harga komoditas agrikultur dan energi. Perusahaan memutuskan untuk menaikkan target penghematan (saving) di semua lini pengeluaran sebagai langkah mitigasi.
Direktur Customer Operation PT Unilever Indonesia Tbk. Enny Hartati Sampurno menyebutkan kenaikan harga komoditas setidaknya berpengaruh 15 sampai 20 persen pada komponen biaya produksi maupun operasional. Namun, dia memastikan perusahaan tak meneruskan kenaikan harga tersebut ke konsumen.
"Sekitar 15 sampai 20 persen komponen cost kita terpengaruh dari pergerakan harga tersebut. Tentu saja kami ada beberapa action plan. Jelas ada kenaikan harga, tetapi kami tidak pass on ke konsumen," kata Enny dalam konferensi pers secara virtual, Kamis (28/4/2022).
Alih-alih meneruskan kenaikan ke konsumen, Enny mengatakan Unilever memilih untuk gencar melakukan penghematan. Jika pada tahun-tahun sebelumnya Perseroan menetapkan target penghematan sebesar 4 sampai 5 persen dari pengeluaran, tahun ini target tersebut dinaikkan menjadi 7 sampai 9 persen.
"Kami juga gencar melakukan internal saving dari semua lini cost. Target saving dinaikkan cukup tinggi menjadi 7—9 persen dari total cost dari sebelumnya 4—5 persen dari pengeluaran karena ini untuk memitigasi harga komoditas," lanjutnya.
Selain itu, Unilever juga menempuh opsi pengaturan bahan baku (material setting). Hal ini bertujuan untuk efisiensi produksi dan membuka opsi pemakaian bahan baku alternatif.
Baca Juga
Unilever berhasil menaikkan laba bersih pada kuartal I/2022 menjadi Rp2,02 triliun, 19,02 persen lebih tinggi dibandingkan dengan laba bersih sebesar Rp1,69 triliun pada periode yang sama di tahun sebelumnya.
Kenaikan laba bersih Unilever diperoleh meski harga pokok penjualan terkerek naik dari Rp4,88 triliun pada kuartal I/2021 menjadi Rp5,56 triliun pada kuartal I/2022. Namun, Perusahaan tercatat berhasil menekan beban pemasaran dan penjualan dari Rp2,17 triliun pada kuartal I/2021 menjadi Rp1,98 triliun pada kuartal I/2022.