Cari berita
Bisnis.com

Konten Premium

Bisnis Plus bisnismuda Koran Bisnis Indonesia tokotbisnis Epaper Bisnis Indonesia Konten Interaktif Bisnis Indonesia Group Bisnis Grafik bisnis tv

Yield SUN Indonesia Masih Tertahan di 7 Persen, Ini Sebabnya

Tingkat imbal hasil SUN Indonesia telah menembus level 7,11 persen. Selama sepekan terakhir, yield SUN Indonesia telah melemah sebesar 3,8 basis poin.
Lorenzo Anugrah Mahardhika
Lorenzo Anugrah Mahardhika - Bisnis.com 26 April 2022  |  15:41 WIB
Yield SUN Indonesia Masih Tertahan di 7 Persen, Ini Sebabnya
Pialang memperhatikan Yield SUN Indonesia - Antara/Prasetyo Utomo

Bisnis.com, JAKARTA – Imbal hasil (yield) Surat Utang Negara (SUN) Indonesia masih terus tertekan dan masih bertahan di kisaran 7 persen. Laju inflasi global dan prospek kenaikan suku bunga The Fed menjadi penyebab utama.

Data dari World Government Bonds pada Selasa (26/4/2022) mencatat, tingkat imbal hasil SUN Indonesia telah menembus level 7,11 persen. Selama sepekan terakhir, yield SUN Indonesia telah melemah sebesar 3,8 basis poin.

Sementara itu, dalam periode 1 bulan belakangan, imbal hasil SUN telah melemah 32 basis poin.

Terkait hal tersebut, Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas Handy Yunianto dalam laporannya memaparkan, pelemahan imbal hasil obligasi Indonesia salah satunya disebabkan oleh perang Rusia – Ukraina yang tak kunjung usai. Hal ini menimbulkan sentimen risk off di kalangan investor.

Laju inflasi global yang cepat juga berperan dalam melemahnya yield SUN Indonesia. Pasalnya, kenaikan inflasi membuat banyak negara mulai meningkatkan suku bunganya, termasuk The Fed yang telah mengerek naik suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin.

“Pasar memprediksi suku bunga The Fed akan naik 250 – 275 basis poin tahun ini, ke level 2,75 persen – 3 persen. Hal ini akan meningkatkan imbal hasil obligasi AS dan memperkuat dolar AS,” jelas Handy.

Selain itu, sentimen negatif juga datang dari perlambatan ekonomi China yang kembali memberlakukan lockdown di Shanghai untuk menekan penyebaran virus corona. Handy mengatakan, tekanan inflasi dan perlambatan ekonomi akan memicu risiko terjadinya stagflasi yang akan berimbas negatif terhadap pasar modal, baik saham maupun obligasi.

Sementara itu, Chief Investment Officer STAR AM Susanto Chandra mengatakan, meski tengah melemah, minat investor terhadap obligasi RI masih cukup tinggi jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

“Dari jenis investor yang masuk, kami melihat masih dari Bank Indonesia, Asuransi dan perbankan di Indonesia,” katanya.

Susanto melanjutkan, tren pelemahan imbal hasil SUN Indonesia masih akan berlanjut selama beberapa waktu mendatang. Potensi kenaikan suku bunga baik di AS maupun Indonesia akan menjadi katalis negatif terhadap pasar obligasi.

Di sisi lain, Susanto menambahkan peningkatan suku bunga di Indonesia tidak akan lebih cepat dibandingkan rencana kenaikan suku bunga AS.

Selain itu, jika laju inflasi masih terus naik, Susanto mengatakan sentimen peningkatan imbal hasil obligasi masih akan berlanjut.

“Kami memperkirakan yield SUN seri 10 tahun akan bergerak pada kisaran 6,5 persen – 7,5 persen untuk tahun ini,” katanya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini :

sun yield surat utang negara yield obligasi
Editor : Aprianto Cahyo Nugroho

Artikel Terkait



Berita Lainnya

    Berita Terkini

    back to top To top