Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Aset Kripto Kena PPN dan PPh, CEO Indodax Minta Jangan Kebesaran

CEO Indodax Oscar Darmawan berharap pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) atas asset kripto tidak terlalu besar.
Chief Executive Officer  INDODAX Oscar Darmawan berfoto bersama Direktur Utama PT Kliring Berjangka Indonesia (Persero) Fajar Wibhiyadi./Istimewa
Chief Executive Officer INDODAX Oscar Darmawan berfoto bersama Direktur Utama PT Kliring Berjangka Indonesia (Persero) Fajar Wibhiyadi./Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA – CEO Indodax Oscar Darmawan berharap pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) atas asset kripto tidak terlalu besar.

Secara terbuka dia merespons positif adanya pengenaan pajak. Kebijakan ini dinilai akan menambah legalitas dari aset kripto sehingga menandakan kripto sudah menjadi aset atau komoditas yang sah di mata hukum negara untuk diperjualbelikan.

“Dengan adanya pengakuan ini, kebijakan pengenaan pajak merupakan suatu hal yang sangat positif,” jelasnya saat dihubungi, Rabu (6/4/2022).

Akan tetapi, sebagai pelaku usaha, pihaknya mengharapkan besaran masing-masing pajak tidak terlalu besar. Menurutnya, berharap besaran pajak tersebut adalah 0,05 persen untuk PPN dan 0,05 persen untuk PPh, sehingga total pajak yang dikenakan di industri secara total cukup 0,1 persen.

Besaran tersebut setara dengan pengenaan pajak pada aset investasi lain. Oscar mencontohkan, total pengenaan pajak pada perdagangan saham hanya sebesar 0,1 persen.

“Saya berharapnya besaran pajak untuk kripto pun disamakan atau bahkan dikurangi karena bentuk perdagangan saham dan kripto ini memiliki pola perdagangan yang sama,” lanjutnya.

Sementara itu, kebijakan pajak saat ini rencananya akan memungut PPN dan PPh dengan total 0,2 persen. Selain itu, investor juga sudah dibebankan fee exchange yang memungut 0,3 persen.

Dengan kebijakan tersebut, investor atau konsumen akan dibebankan biaya hampir dua kali lipat dari biaya yang ada saat ini.

Oscar melanjutkan, konsumen dapat merasa keberatan apabila pemerintah mengenakan pajak yang terlalu besar. Hal ini dapat berakibat investor tidak tertarik dengan industri kripto dalam negari dan lebih memilih masuk ke pasar luar negeri.

“Hal Ini tentu sangat disayangkan mengingat tingginya tren investasi kripto memberikan peluang besar bagi pertumbuhan ekonomi digital Indonesia kalau terus bertumbuh,” pungkasnya.

Pengenaan pajak terhadap aset kripto diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68/PMK.03/2022 tentang PPN dan PPh atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto.

Penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) akan bertugas memungut, menyetor, dan melaporkan PPN terutang atas penyerahan aset kripto. PMSE itu merupakan penyelenggara yang melakukan kegiatan pelayanan untuk memfasilitasi transaksi aset kripto, termasuk perusahaan dompet elektronik (e-wallet).

Adapun, besaran tarif PPN untuk transaksi kripto yang ditetapkan PMK 68/2022 adalah 1 persen dari tarif PPN dikali dengan nilai transaksi aset kripto, jika penyelenggara PMSE merupakan pedagang fisik aset kripto. Sementara itu, pajak 2 persen dari tarif PPN dikali dengan nilai transaksi aset kripto akan dikenakan jika penyelenggara PMSE bukan pedagang fisik aset kripto.

Beleid tersebut juga mengatur pengenaan PPh terhadap penjual aset kripto, penyelenggara PMSE, dan penambang aset kripto. Penghasilan yang diterima atas transaksi aset kripto merupakan objek PPh, sehingga dikenakan pajak.

"Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) dikenakan PPh Pasal 22 dengan tarif sebesar 0,1 persen dari nilai transaksi aset kripto, tidak termasuk PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah [PPnBM]," demikian kutipan peraturan tersebut.

Adapun, dalam hal penyelenggara PMSE bukan merupakan pedagang fisik aset kripto, tarif PPh Pasal 22 adalah 0,2 persen. Seluruh tarif itu bersifat final.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper