Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak terus melonjak hingga sempat menyentuh level US$139 per barel di tengah rencana AS untuk melakukan embargo terhadap minyak mentah Rusia.
Dilansir dari Bloomberg pada Senin (7/3/2022), harga minyak Brent sempat melonjak hingga 18 persen pada awal pembukaan perdagangan hari ini. Lonjakan tersebut merupakan yang tertinggi dalam 2 tahun seiring dengan invasi Rusia ke Ukraina yang menimbulkan kekhawatiran terhadap pasokan komoditas ini.
Hingga pukul 11.00 WIB, harga minyak Brent untuk kontrak Mei naik 8,37 persen ke US$128 per barel di ICE Futures Europe. Sepanjang pekan lalu, harga minyak Brent telah melesat 21 persen.
Sementara itu, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak April naik 7,26 persen ke US$124,08 per barel di New York Mercantile Exchange.
Salah satu sentimen yang mempengaruhi harga minyak saat ini adalah rencana AS untuk mengembargo impor minyak produksi Rusia. Menteri Luar Negeri AS Anthony Blinken mengatakan AS dan negara-negara sekutu lainnya tengah membahas rencana ini untuk terus menekan Rusia.
Realisasi embargo ini semakin menambah ketidakpastian di pasar minyak yang memicu harga Brent diperdagangkan pada rentang terlebar sejak kontrak berjangkanya pertama kali dirilis pada 1998. Sentimen ini juga ditopang oleh keputusan Arab Saudi yang menaikkan harga minyaknya dan penurunan produksi yang diderita Libya akibat krisis politik.
Baca Juga
Head of Asia dari Vitol, Mike Muller mengatakan pergerakan harga minyak masih akan berfluktuasi. Menurutnya, masih banyak sentimen yang belum diperhitungkan oleh pasar meski mereka telah memperkirakan adanya penurunan pasokan akibat tidak dapat membeli minyak dari Rusia.
Struktur pasar minyak Brent masih menunjukkan pola backwardation yang naik ke US$5,10 per barel. Hal ini mengindikasikan ketatnya keseimbangan pasokan dan permintaan. Pada pekan lalu, spread ini berada di level US$3,77 per barel.
Adapun, pola backwardation merupakan indikasi utama bahwa permintaan minyak menguat dan pasokannya berkurang. Pola ini menunjukkan pengiriman untuk bulan terdekat lebih mahal dibandingkan bulan-bulan mendatang.
Pada akhir pekan lalu, International Monetary Fund (IMF) memperingatkan bahwa invasi Rusia ke Ukraina, beserta dengan sanksi ke Rusia akan menimbulkan dampak buruk terhadap perekonomian global.
“Meski situasi saat ini tetap fluktuatif dan berdampak terhadap ketidakpastian yang luar biasa, konsekuensi ini terhadap perekonomian sudah sangat serius,” demikian pernyataan IMF.