Bisnis.com, JAKARTA – Konflik Rusia-Ukraina diperkirakan dapat mengganggu rantai pasokan pangan global. Fluktuasi harga komoditas ini diperkirakan dapat menimbulkan risiko penurunan margin perusahaan konsumen dan memperpanjang pemulihan pendapatan.
Analis BRI Danareksa Sekuritas Natalia Sutanto mengatakan eskalasi konflik antara Rusia dan Ukraina akan berdampak negatif pada rantai pasokan komoditas seperti jagung, gandum, dan barley, serta logam seperti tembaga dan nikel.
"Gangguan dalam rantai pasokan komoditas lunak kemungkinan akan mendorong naik harga pangan," ujar Natalia dalam risetnya, dikutip Minggu (27/2/2022).
Natalia mencatat Rusia dan Ukraina menguasai sekitar 29 persen pasar ekspor gandum dunia. Meski musim panen tinggal beberapa bulan lagi, konflik berkepanjangan akan menyebabkan kelangkaan komoditas lunak dan harga yang lebih tinggi.
Sementara itu, Indonesia merupakan negara importir gandum. Data BPS menyebutkan Australia, Kanada, Ukraina, dan Argentina merupakan pengekspor gandum terbesar ke Indonesia.
"Dalam cakupan kami, kami memiliki PT Indofood Sukses Makmur Tbk. [INDF], PT Indofoos CBP Sukses Makmur Tbk. [ICBP], dan PT Mayora Indah Tbk. [MYOR] dengan eksposur biaya gandum impor," katanya.
Baca Juga
BRI Danareksa memperkirakan gandum memberikan kontribusi 16 persen terhadap cost of good solds (COGS) atau komponen biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk menghasilkan produk. Untuk ICBP, gandum memberikan kontribusi 15 persen untuk COGS.
Berdasarkan analisis sensitivitas BRI Danareksa Sekuritas, perubahan harga gandum, susu, CPO, dan minyak mentah akan berdampak negatif ke pendapatan perusahaan konsumer ini.
Berdasarkan analisis sensitivitas tersebut, BRI Danareksa Sekuritas menilai INDF tidak terlalu terpengaruh oleh pergerakan harga CPO, karena divisi agribisnisnya sebagian mengimbangi penurunan ICBP. Namun, dampak negatif dari harga gandum akan lebih tinggi, mengingat sistem cost-plus untuk marginnya.
BRI Danareksa Sekuritas merekomendasikan netral untuk saham emiten-emiten konsumer. Hingga akhir 2021, BRI Danareksa Sekuritas mencatat beberapa perusahaan telah menaikkan harga jual rata-rata atau average selling price (ASP).
Perusahaan konsumen juga menyatakan bahwa penjualan tetap kuat pada awal 2022, memberikan harapan untuk kinerja yang lebih baik di kuartal mendatang.
Namun, menurut Natalia, fluktuasi harga komoditas dapat menimbulkan risiko penurunan untuk margin perusahaan konsumen, memperpanjang pemulihan pendapatan, dan mengurangi minat pada perusahaan hilir murni seperti ICBP dan MYOR.