Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

OJK Jelaskan Soal Larangan Bank Fasilitasi Crypto

Kebijakan OJK dan Bappebti tidak perlu dipertentangkan selama yang mengizinkan bertanggung jawab penuh melakukan pengawasan dan pemasaran crypto.
Ilustrasi perdagangan Bitcoin./Istimewa
Ilustrasi perdagangan Bitcoin./Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Kebijakan pelarangan pihak perbankan memfasilitasi transaksi crypto merupakan langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam melindungi konsumen dan investor di Indonesia

Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik OJK Anto Prabowo mengatakan, langkah OJK didasari oleh kondisi literasi keuangan masyarakat yang masih rendah, sekitar 38 persen. Hal ini menimbulkan kekhawatiran dari aspek perlindungan konsumen terhadap aset kripto.

"Sehingga, kebijakan OJK dan Bappebti tidak perlu dipertentangkan selama yang mengizinkan bertanggung jawab penuh melakukan pengawasan dan pemasaran. Jika ada dispute maka tidak saling menyalahkan dan masyarakat mengetahuinya dengan baik," katanya saat dihubungi pada Jumat (11/2/2022).

Selain itu, langkah yang dilakukan OJK juga menjadi perhatian dunia internasional. Hal ini utamanya berkaitan dengan risiko pada aset-aset kripto.

Ia mengingatkan, investor perlu memahami setiap investasi keuangan memiliki manfaat, biaya dan risiko.

"Berkaitan dengan kegiatan usaha perbankan sudah jelas diatur dalam UU Perbankan yang boleh dan yang dilarang. Bank juga harus memahami agar tidak digunakan sebagai sarana kegiatan yang melanggar hukum seperti penipuan, kasus ponzi, pencucian uang, dan lainnya," pungkasnya.

Sebelumnya, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda menilai pernyataan OJK itu menandakan adanya ketidakselarasan antar instansi pemerintah.

Pasalnya, kripto sendiri telah dirancang sebagai komoditas oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) di bawah Kementerian Perdagangan.

Tidak hanya itu, Bappebti juga telah merancang aturan terkait perdagangan dan pedagang kripto secara resmi. Artinya, selama transaksi dilakukan oleh pedagang kripto terdaftar dan diawasi Bappebti, skema perdagangan kripto layaknya komoditas ataupun produk derivatif lainnya.

“Di satu sisi Bappebti berupaya memfasilitasi industri ini, tapi di sisi lain ada institusi lain yang punya pandangan lain. OJK dan Bappebti ini sebaiknya ngobrol dulu, tren aset kripto ini kan sudah jalan beberapa tahun terakhir,” ungkap Nailul dikutip dari keterangan resmi.

Di lain sisi, dia memahami sudut pandang OJK yang masih mempersepsikan bahwa aset kripto berpotensi sebagai alat tukar layaknya uang fiat, karena namanya adalah cryptocurrency. Sedangkan alat tukar resmi adalah rupiah sebagaimana diatur perundang-undangan.

“Tapi kan sejak awal ketika Bapppebti memfasilitasinya, kesepakatannya di Indonesia hanya boleh digunakan sebagai aset investasi. Bukan alat transaksi,” jelas Nailul.

Oleh karena itu, dia menilai ada kejanggalan dengan imbauan dari otoritas agar perbankan tidak memfasilitasi transaksi aset kripto, padahal sejak awal Bappebti merumuskan kripto sebagai komoditas investasi.

“Bagaimana bisa investor membeli atau berinvestasi aset kripto kalau tidak bisa menggunakan rekening bank sebagai jembatan untuk beli atau jual aset kripto ke pedagang kriptonya? Kan ini aset digital, masa iya beli dan jualnya lewat pedagang langsung secara offline,” tegas Nailul.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper