Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Geopolitik Timur Tengah Memanas, Harga Minyak Ikut Membara

Kondisi di Timur Tengah memanas setelah kelompok Houthi Yaman menyerang Uni Emirat Arab mendorong peningkatan harga minyak karena permasalahan pasokan.
Ilustrasi. Tanki penimbunan minyak./Bloomberg
Ilustrasi. Tanki penimbunan minyak./Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak berpeluang bergerak naik dalam jangka pendek pada perdagagan Selasa (18/1/2021) di tengah kekhawatiran pasar terhadap terganggunya suplai di Timur Tengah lantaran adanya ketegangan geopolitik antara Uni Emirat Arab dan Iran.

Mengutip data Bloomberg, pada perdagangan Selasa (18/1/2022), harga minyak mentah West Texas Intermediate memanas naik 1,42 persen atau 1,19 poin ke US$85,01 per barel. Adapun, harga minyak Brent juga naik 1,01 persen atau 0,87 poin ke US$87,35 per barel.

Kondisi di Timur Tengah memanas setelah kelompok Houthi Yaman menyerang Uni Emirat Arab, yang meningkatkan permusuhan antara kelompok yang berpihak pada Iran dengan koalisi yang dipimpin oleh Arab Saudi.

Serangan di pinggiran ibu kota UEA, Abu Dhabi menyebabkan ledakan dan kebakaran serta menewaskan tiga orang. Hal ini memicu kekhawatiran terkait kemungkinan terganggunya suplai, serta meningkatnya permusuhan di antara kelompok yang berpihak pada Iran dengan koalisi yang dipimpin oleh Arab Saudi.

Gerakan dari Houthi juga memperingatkan potensi untuk adanya lebih banyak serangan terhadap fasilitas UEA, yang kemudian ditanggapi UEA dengan mengatakan bahwa mereka berhak untuk menanggapi serangan teroris ini.

Perusahaan minyak nasional Abu Dhabi mengaktifkan rencana kesinambungan bisnis untuk memastikan suplai tidak terputus ke pelanggan lokal dan internasional setelah insiden di depot bahan bakar Mussafah.

“Sentimen lain yang dapat menopang kenaikan harga minyak adalah suhu musim dingin yang lebih dingin di belahan bumi Utara yang mendorong permintaan bahan bakar untuk pemanas,” jelas Faisyal, analis Monex Investindo Futures dalam riset, Selasa (18/1/2022).

Selain itu pasar juga tampaknya mengkhawatirkan outlook suplai yang mengetat dengan beberapa produsen yang tergabung dalam OPEC berjuang untuk memompa pada kapasitas yang diizinkan, karena kurangnya investasi dan kerusakan, berdasarkan perjanjian dengan Rusia dan sekutunya, yang disebut sebagai OPEC+, untuk menambah 400.000 barel per hari untuk setiap bulannya.

“Optimisme lebih rendahnya tingkat produksi daripada permintaan minyak mentah di AS membantu harga minyak catat level tinggi US$85,48 di sesi Asia,” tambahnya.

Sementara, di sesi Eropa, harga minyak berpotensi dibeli uji resistance US$87 per barel. Namun jika turun ke bawah level US$84,70, berpeluang dijual meguji level support di US$83,70 per barel.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Mutiara Nabila
Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper