Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Suku Bunga di AS Naik Lebih Cepat, Rupiah dan Mata Uang Asia Loyo

Bersama rupiah, dolar Singapura juga melemah 0,19 persen, dolar Taiwan melemah 0,15 persen, dan won Korea Selatan melemah 0,34 persen
Petugas menunjukkan mata uang dolar AS dan rupiah di Money Changer, Jakarta, Senin (19/4/2021). Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Petugas menunjukkan mata uang dolar AS dan rupiah di Money Changer, Jakarta, Senin (19/4/2021). Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah ditutup melanjutkan pelemahan pada perdagangan Kamis (6/1/2022) bersama sejumlah mata uang lainnya di hadapan dolar AS. Penguatan greenback mendapat dorongan dari kemungkinan percepatan kenaikan suku bunga The Fed pada Maret mendatang.

Berdasarkan data Bloomberg, rupiah ditutup melemah 20 poin atau 0,14 persen ke Rp14.391 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar AS menguat 0,21 persen ke 96,36.

Bersama mata uang Garuda, dolar Singapura juga melemah 0,19 persen, dolar Taiwan melemah 0,15 persen, won Korea Selatan melemah 0,34 persen, peso Filipina melemah 0,38 persen, dan ringgit Malaysia melemah 0,42 persen.

Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan rupiah sedikit melemah dibandingkan dengan penutupan kemarin. Ini melihat obligasi pemerintah AS terus mengalami peningkatan signifikan karena ada kenaikan suku bunga bank sentral yang kemungkinan dilaksanakan Maret, dari sebelumnya diperkirakan baru dilaksanakan pada Mei.

“Informasi ini mengindikasikan bahwa indeks dolar AS akan mengalami penguatan,” ujarnya, dikutip Kamis (6/1/2022).

Selain itu, pasar tenaga kerja di AS yang terus naik dan pengangguran yang turun walaupun Omicron terus menyebar hingga 1 juta kasus, makin memperkuat kedudukan dolar AS.

“Itu juga menjadi indikasi bahwa Omicron tidak membahayakan, sehingga pasar cenderung mengoleksi indeks dolar sebagai safe haven,” imbuhnya.

Dari dalam negeri ada perbedaan tentang proyeksi pertumbuhan ekonomi di kuartal keempat 20921 antara pemerintah dan ekonom. Seperti diketahui, pemerintah memprediksi pertumbuhan ekonomi rata-rata di level 4 persen, dengan asumsi kuartal keempat di 5 persen.

Sedangkan, ekonom memprediksikan kemungkinan besar kuartal keempat hanya tumbuh 3,2 – 4 persen.

“Pada saat data eksternal yang begitu kuat menghantam rupiah, perbedaan pandangan terkait pertumbuhan ekonomi, meskipun tumbuhnya akan positif, tidak bisa menahan laju pelemahan rupiah. Tapi bisa saja perbedaan pertumbuhan ekonomi ini akan membantu mempersempit pelemahan,” jelas Ibrahim.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Mutiara Nabila
Editor : Farid Firdaus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper