Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

LIBOR Mau Diganti, Dampak Perubahan Benchmark Rate ke SBN Akan Terbatas

Bagi pasar domestik, perubahan dari suku bunga dari LIBOR ke risk-free rate cenderung berdampak terbatas kepada yield SBN secara langsung.
Petugas menunjukkan uang rupiah dan dolar AS di salah satu gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, Senin (16/3/2020). Bisnis/Arief Hermawan P
Petugas menunjukkan uang rupiah dan dolar AS di salah satu gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, Senin (16/3/2020). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah bersama pemangku kepentingan terkait berkolaborasi untuk memperkuat kredibilitas benchmark rate seiring dengan rencana untuk menghentikan penggunaan London Interbank Offered Rate (LIBOR).

Berdasarkan keterangan resmi dari laman Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko pada Selasa (7/12/2021), Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan Indonesia Foreign Exchange Market Committee (IFEMC) pada hari Selasa (23/11/2021) lalu secara resmi membentuk National Working Group on Benchmark Reform (NWGBR).

“Kelompok tersebut dibentuk guna menyikapi rencana penghentian penggunaan LIBOR dan melakukan upaya penguatan kredibilitas benchmark rate di pasar keuangan domestik,” demikian kutipan keterangan resmi tersebut.

Terkait hal tersebut, VP Economist Bank Permata Josua Pardede mengatakan bagi pasar domestik, perubahan dari suku bunga dari LIBOR ke risk-free rate cenderung berdampak terbatas kepada yield dari SBN secara langsung.

Menurutnya, hal ini karena perkiraan bahwa perubahan ini tidak diimplementasikan secara mendadak. Perubahan ini pada dasarnya mengubah benchmark suku bunga menjadi lebih dapat diandalkan di pasar keuangan global.

"Terbatasnya dampak kepada pasar keuangan domestik juga berkaitan dengan masih rendahnya volume transaksi derivatif di pasar keuangan Indonesia," jelasnya.

Josua menambahkan, pergerakan di pasar SBN tahun depan akan sangat dipengaruhi oleh kebijakan tapering Fed yang diikuti oleh potensi kenaikan suku bunga Fed.

Meski demikian, dengan SKB III antara Pemerintah dan Bank Indonesia, dukungan BI dalam pembelian SBN di pasar perdana juga diperkirakan akan membatasi penurunan harga SBN.

Di sisi lain, pasokan SBN juga akan berkurang mengingat defisit APBN yang lebih rendah. Pasokan penerbitan SBN yang lebih rendah akan memangkas uptrend imbal hasil (yield) obligasi Indonesia.

"Kami memperkirakan bahwa yield SUN 10-tahun akan berada di sekitar 6,4-6,7 persen," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper