Bisnis.com, JAKARTA - Inflasi Indonesia yang rendah membuka kesempatan investor mengadopsi taktik defensif di pasar saham. Sektor perbankan, farmasi,dan konsumer dapat menjadi opsi bagi para investor.
Laporan dari Samuel Sekuritas pada Rabu (1/12/2021) menyebutkan, Sebelumnya investor global telah melakukan penyesuaian strategi portofolio untuk mengantisipasi naiknya inflasi dengan menambah porsi aset-aset berisiko yang memberi pengembalian lebih tinggi.
Namun, pemberitaan media mengenai varian omicron mengakibatkan pembalikan portofolio ke instrumen safe-haven seperti treasury AS. Pembalikan ini juga berdampak pada aset-aset di pasar negara berkembang.
Pada 29 November, Indonesia mengalami arus modal keluar senilai US$81,5 juta dari pasar saham dan US$261,2 juta dari pasar obligasi.
“Pembalikan strategi portofolio ini lebih didorong oleh rasa takut terhadap varian omicron yang masih misterius. Para ilmuwan telah menghimbau pejabat negara dan pelaku usaha untuk lebih bersabar dalam menghadapi varian ini karena mereka membutuhkan waktu 2 minggu untuk mempelajari varian omicron lebih lanjut. Akan tetapi, pasar sudah terlanjur kalut,” demikian kutipan laporan tersebut.
Oleh karena itu, investor dapat memanfaatkan rilis data inflasi Indonesia yang rendah untuk menerapkan strategi defensif. Inflasi Indonesia pada Oktober 2021 tercatat 1,66 persen yoy, lebih rendah dibandingkan dengan Filipina sebesar 4,6 persen yoy, Malaysia 2,9 persen yoy, dan Thailand 2,4 persen yoy.
Baca Juga
Seiring dengan hal tersebut, Samuel Sekuritas merekomendasikan saham-saham overweight pada sektor perbankan, konsumer, media, dan farmasi. Beberapa saham yang menjadi pilihan adalah BBCA, ARTO, INDF, UNVR, MYOR, KLBF, MNCN, dan SMCA.
Samuel Sekuritas juga merekomendasikan investor untuk mengoleksi SUN dengan tenor 10 tahun atau lebih.
Untuk jangka panjang, Samuel Sekuritas merekomendasikan investor untuk kembali ke strategi memitigasi inflasi. Menurut indikator uang beredar, tekanan inflasi mulai muncul pada kuartal III/2021 yang ditandai dengan perpotongan garis velositas uang beredar di atas rata-rata berjalan selama 5 kuartal terakhir.
“Kami memprediksi trend kenaikan velositas uang beredar akan berlanjut di kuartal IV/2021, dan ekonom kami memprediksi inflasi akan melebihi 1,7 persen yoy di akhir tahun 2021 dengan potensi upside di 1,9 persen yoy,” demikian kutipan laporan tersebut.
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.