Bisnis.com, JAKARTA — Lebaga pemeringkat internasional Moody's Investor Serivices baru-baru ini memperingatkan risiko bagi emiten batu bara berpotensi makin sulit mendapatkan pendanaan atau pinjaman dari bank. Namun, PT Bayan Resources Tbk. (BYAN) cenderung tak khawatir perihal proyeksi tersebut.
Direktur Bayan Resources Russel Neil mengatakan, pada tahun ini perseroan masih fokus menyelesaikan beberapa proyek sampai dengan 2022.
"Kami masih melakukan konstruksi di sungai Mahakam dan beberapa proyek lainnya, sehingga belum ada keperluan belanja besar sampai akhir 2022," ujarnya usai paparan publik, Senin (29/11/2021)
Adapun, modal dan kas internal perusahaan masih cukup kuat untuk mendanai proyek-proyek dan operasional yang harus dilakukan.
"Bulan lalu kami juga baru saja membayar pinjaman-pinjaman, sehingga kami tidak ada utang sekarang," jelasnya.
Sebelumnya, Moody's Investor Service menyebutkan risiko pembiayaan kembali akan meningkat untuk perusahaan batu bara, di tengah menyusutnya jumlah pinjaman bank dan kurangnya sumber pendanaan alternatif.
Baca Juga
Penambang batu bara Indonesia berisiko menghadapi kekurangan pendanaan mengingat bank domestik dan internasional, serta investor obligasi, semakin selektif dalam memberikan pinjaman ke sektor ini di tengah meningkatnya kesadaran dan regulasi terkait iklim.
Analis Moody's juga menuturkan, di tengah menyusutnya pinjaman bank, risiko pembiayaan kembali akan meningkat jika penambang Indonesia tidak dapat membayar utang dari arus kas atau melakukan diversifikasi dari batu bara termal.
"Perusahaan pertambangan batu bara Indonesia yang kami nilai memiliki sekitar US$2,9 miliar obligasi yang jatuh tempo antara tahun 2024-2026. Perusahaan-perusahaan ini tidak mungkin sepenuhnya membiayai kembali jatuh tempo obligasi ini dengan pinjaman bank domestik karena pokok agregat obligasi ini besar, setara dengan sekitar 30 persen dari total pinjaman perbankan domestik ke sektor pertambangan per Agustus 2021,” kata Maisam Hasnain, Vice President Moody's.
Moody's berharap para emiten tambang dapat memanfaatkan arus kas yang kuat di tengah harga batu bara yang tinggi saat ini untuk melunasi utang.