Bisnis.com, JAKARTA—Penerbitan obligasi korporasi global Asia sepanjang kuartal kedua tahun ini telah mencapai US$11,6 miliar dari 25 penerbitan. Jumlah ini merupakan realisasi tertinggi secara kuartalan sejak awal 2013.
Moody’s Investor Service menilai hal ini terjadi lantaran tingginya tingkat toleransi investor terharap kualitas kredit yang rendah. Di sisi lain, emiten membutuhkan pendanaan yang cukup banyak untuk keperluan refinancing utang-utangnya.
Moody’s mencatat secara year to date, penerbitan obligasi tahun ini telah mencapai US$21,6 miliar, mendekati rekor setahun penuh pada 2013 yang senilai US$23,3 miliar.
“Penerbitan tahun ini sudah jauh di atas rata-rata penerbitan tahunan sejak 2010 yang sebesar US$14 miliar,” kata Annalisa DiChiara, Vice President and Senior Credit Officer Moody’s dalam keterangan pers, Selasa (18/7/2017).
Meski begitu, dirinya percaya risiko refinancing masih dalam batas yang bisa ditangani. Menurutnya, bila tidak ada kejutan exogenous, pasar masih bisa menyerap refinancing dari surat utang yang akan jatuh tempo.
Di sisi lain, penurunan peringkat yang dimoderasi sepanjang kuartal kedua tahun ini cukup banyak, sampai 2,79 x, mendekati rata-rata jangka panjang 2,41x.
Meski kualitas kredit menunjukkan tanda-tanda perbaikan, tetapi sekitar 47% peringkat grup korporasi berada dalam kategori single-B dan 13% pada kisaran Caa-C. Sementara itu, B3 dan di bawahnya tetap tinggi mencapai 23 perusahaan atau 17,8% dari total.
Obligasi dengan peringkat B3 cukup mendominasi dalam penerbitan sepanjang kuartal kedua lalu mencapai US$4,5 miliar, sebagian terbesar di antaranya dari China Evergrande Group (B2 Stabil) senilai US$3,8 miliar.
Korporasi yang berbasis di China mendominasi penerbitan hingga 70%, sedangkan Indonesia 13%, India 12% dan Makau 5%.