Bisnis.com, JAKARTA — Mitratel dikabarkan makin mantap melantai di bursa untuk mengincar kapital kelas kakap. Anak usaha Telkom (TLKM) itu pun berencana melepas sebanyak-banyaknya 24,54 miliar saham.
Di tengah ingar bingar penawaran publik perdana dari perusahaan teknologi, publik pun menanti-nanti; akankah Mitratel mampu memecahkan rekor valuasi saham Bukalapak (BUKA) yang sudah terlebih dahulu IPO pada Agustus tahun ini?
Selain soal prospek penawaran publik perdana Mitratel, berbagai berita pilihan tersaji dari meja redaksi Bisnisindonesia.id. Mulai dari dampak berjenjang wacana larangan ekspor CPO, hingga tumpukan utang BHP frekuensi Sampoerna Telekomunikasi yang makin berlarut-larut.
Berikut highlight Bisnisindonesia.id, Selasa (26/10/2021) :
Menanti Mitratel Pecahkan Rekor Baru di Bursa Saham
PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk. terus mempersiapkan pelaksanaan initial public offering (IPO). Penyebabnya, anak usaha PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. itu mengincar dana jumbo.
Berdasarkan prospektus di Harian Bisnis Indonesia pada Selasa (26/10/2021), Dayamitra Telekomunikasi atau Mitratel berencana melepas sebanyak-banyaknya 24,54 miliar saham.
Jumlah saham itu setara dengan 29,85% dari modal yang ditempatkan dan disetor setelah IPO dengan nilai nominal Rp 22 per saham.
Dalam penawaran umum perdana saham, Mitratel menetapkan harga sahamnya di kisaran Rp775-Rp975. Jika menggunakan harga batas bawah, perseroan bisa mengantongi dana Rp 19,02 triliun.
Sementara itu, jika menggunakan harga batas atas, perusahaan itu bakal meraup sebanyak-banyaknya Rp24,9 triliun.
Jika mencapai harga di batas atas, nilai IPO Mitratel pun bakal menyalip nilai IPO PT Bukalapak.com Tbk. (BUKA) senilai Rp21,9 triliun.
BUKA tercatat melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 6 Agustus 2021, dan memecahkan rekor IPO terbesar di BEI.
Mengenal Satelit Nano Buatan RI, Meluncur via Jepang April 2022
Pemerintah bakal meluncurkan satelit berukuran kecil atau nano perdana buatan mahasiswa Indonesia dari Jepang pada April 2022. Infrastruktur penunjang telekomunikasi tersebut saat ini memasuki tahap akhir pengembangan.
Menurut Organisasi Riset Penerbangan & Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), satelit tersebut berbentuk kubus dengan ukuran 10x10x10cm dan berat sekitar 1 kilogram. Jika tidak ada halangan, satelit ini pada Desember 2021 akan dikirim ke Jepang.
Rencana saat ini, satelit nano perdana buatan mahasiswa Indonesia harus dikirim ke Jepang pada Desember 2021, lalu menunggu slot peluncuran roket dengan SpaceX pada April 2022.
Meski direncanakan meluncur pada April 2022, target tersebut masih berpotensi berubah. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi proses peluncuran, seperti kesiapan roket peluncur dan cuaca.
Untuk pemanfaatan satelit nano nantinya, teknologi tersebut bisa digunakan untuk penelitian dan banyak digunakan oleh kampus-kampus serta perusahaan rintisan untuk melakukan pengembangan satelit awal.
Pialang memperhatikan Yield SUN Indonesia/Antara-Prasetyo Utomo
Target Pemerintah Turun, Minat Lelang SUN Bakal Tetap Ramai
Minat investor terhadap lelang surat utang negara (SUN) yang bakal digelar hari ini, Selasa (26/10/2021), diperkirakan masih tinggi, meskipun kemungkinan besar tidak akan setinggi lelang-lelang sebelumnya.
Pemerintah akan kembali menggelar lelang SUN esok untuk memenuhi target pembiayaan APBN 2021. Berdasarkan data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, lelang kali ini akan melibatkan tujuh seri.
Ketujuh seri tersebut terdiri atas dua seri surat perbendaharaan negara (SPN) yakni SPN03220126 dan SPN12220707, serta lima seri obligasi negara yakni FR0090, FR0091, FR0088, FR0092, dan FR0089.
Senior Economist Samuel Sekuritas, Fikri C. Permana mengungkapkan setidaknya ada empat sentimen yang akan mempengaruhi penawaran lelang SUN pada esok hari dengan sentimen utama adalah pernyataan Kementerian Keuangan yang akan menurunkan jumlah realisasi anggaran di sisa tahun 2021.
“Kalau melihat pernyataan Kemenkeu juga tadi lewat webinar mereka, di mana jumlah realisasi anggaran kemungkinan juga akan relatif lebih rendah sehingga kemungkinan pembiayaan dari surat utang akan relatif lebih ditahan oleh Kementerian Keuangan,” ungkap Fikri.
Larangan Ekspor CPO, Mimpi Buruk Industri Hulu Sawit
Industri hulu kelapa sawit ditengarai menjadi lini yang paling dirugikan dari kebijakan larangan ekspor minyak sawit mentah, yang kembali diwacanakan pemerintah untuk mendorong penghiliran industri berbasis perkebunan tersebut.
Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Indef Andry Satrio Nugroho menilai pernyataan Presiden Joko Widodo untuk menyetop pengapalan minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) merupakan langkah yang ekstrem.
Menurutnya, untuk sampai pada keputusan tersebut, pemerintah harus banyak berdiskusi dengan pelaku usaha agar upaya itu tidak justru menjadi bumerang bagi industri dalam negeri.
Upaya penghiliran industri kelapa sawit, menurutnya, telah banyak terdorong kebijakan insentif pungutan ekspor yang terdiri atas tarif pungutan dana perkebunan dan tarif bea keluar yang ditetapkan dinamis sesuai harga referensi bulanan.
"Sudah ada beberapa kebijakan yang pada akhirnya memaksa CPO untuk penghiliran. Saya rasa Pak Presiden perlu melihat secara matang baik dari pelaku industri dan kebijakan pemerintah yang sudah ada saat ini," katanya, Senin (25/10/2021).
Lebih lanjut, dia mengatakan selama ini harga di pasar global menjadi pembanding tarif di dalam negeri. Seandainya larangan ekspor CPO diberlakukan, pembanding tersebut menjadi hilang sehingga harga domestik berpeluang melambung.
"Sekarang kan terbuka harga ekspor, harga di dalam negeri juga terbuka, jadi ada pembandingnya. Kalau nanti kita tidak tahu, berapa yang harus diterapkan, ini malah jadi backfire dan merugikan di sektor hulunya," kata Andry.
Hitung Mundur 'Vonis Mati' Frekuensi Sampoerna Telekomunikasi
Hingga saat ini PT Sampoerna Telekomunikasi Indonesia (STI) terungkap masih menunggak biaya hak penggunaan frekuensi senilai Rp449 miliar. Atas dasar itu, pemerintah mengancam bakal mencabut gak guna frekuensi perusahaan tersebut bulan depan.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menegaskan tenggat pelunasan tunggakan tersebut akan jatuh pada 27 November 2021.
Jika batas akhir habis dan perusahaan yang telah berganti nama menjadi PT Net Satu Indonesia itu belum melunasi tunggakan, pemerintah akan menjatuhkan sanksi administratif berupa pencabutan izin pita frekuensi radio (IPFR).
Dirjen Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Kemenkominfo Ismail mengatakan pada 15 Juli 2021, PT Net Satu Indonesia mengajukan permohonan keringanan pungutan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari biaya hak penyelenggaraan (BHP) frekuensi dengan alasan kesulitan likuiditas.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 59/2020 tentang Tata Cara Pengajuan Penyelesaian Keberatan, Keringanan dan Pengembalian Penerimaan Negara Bukan Pajak; dengan adanya pengajuan permohonan keringanan, pengenaan denda berjalan sementara dihentikan.
Saat ini permohonan keringanan tersebut dalam tahap proses penelitian atas substansi permohonan keringanan PNBP dengan melibatkan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
“Dalam hal sampai dengan batas waktu teguran tertulis ketiga [27 November], Net Satu belum melunasi BHP IPFR akan dikenai sanksi administrasi berupa pencabutan IPFR,” kata Ismail kepada Bisnis.