Bisnis.com, JAKARTA - PT Bentoel Internasional Investama Tbk (RMBA) berencana untuk keluar dari Bursa Efek Indonesia (BEI) secara sukarela atau delisting, setelah mendapatkan persetujuan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB), Selasa, 28 September 2021.
Manajemen British American Tobacco menyampaikan, perusahaan optimistis upaya ini dapat menjadi angin segar bagi perusahaan, maupun para pemegang saham publik.
Manajemen BAT berharap proses ini segera dapat diselesaikan, mengingat jumlah saham yang dimiliki oleh pemegang saham publik saat ini relatif kecil, dengan jumlah pemegang saham publik kurang lebih 2.385 pemegang saham.
"BAT akan menanggung semua biaya yang relevan dengan penawaran tender sukarela, termasuk komisi transaksi melalui BEI dan Biaya yang dibayarkan kepada Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), tetapi tidak termasuk pajak terkait yang harus ditanggung oleh pemegang saham yang menjual sahamnya," tulis Manajemen BAT dalam keterangan resminya, Selasa (28/9/2021).
Tanpa tender offer, manajemen BAT melihat tidak mudah bagi pemegang saham minoritas untuk menjual sahamnya di BEI, karena saham RMBA relatif tidak likuid.
Sebagaimana diketahui, saat ini kurang lebih 7,52 persen dari modal ditempatkan perseroan merupakan milik publik, dengan 7,29 persen dimiliki oleh satu pihak. Dengan demikian, hanya 0,23 persen yang dimiliki pemegang saham publik lainnya.
Baca Juga
"Oleh karena itu, perusahaan percaya bahwa go privateadalah demi kepentingan terbaik pemegang saham, karena penawaran tender ini memberi pemegang saham publik kesempatan untuk menjual saham mereka dengan harga premium," kata manajemen BAT.
Meskipun melakukan delisting, BAT selaku pengendali Bentoel Group tetap berkomitmen untuk memiliki bisnis jangka panjang dan terus berinvestasi di Indonesia.
Adapun berdasarkan laporan informasi fakta material yang terbit di keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI) akhir bulan lalu (20/8) British American Tobacco (BAT) selaku pengendali Bentoel akan membeli sisa saham publik di level Rp 1.000 per saham.
Harga tersebut lebih mahal 226,8 persen dibandingkan harga penutupan terakhir saham RMBA sebelum disuspensi pada 5 Agustus 2021, yaitu Rp306 per saham.
Nominal tersebut juga 356,21 persen lebih tinggi dari harga rata-rata tertinggi perdagangan harian di Bursa Efek Indonesia (BEI) dalam jangka waktu 90 hari terakhir sebelum pengumuman rencana go private pada 20 Agustus 2021.