Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak tetap berada di zona hijau setelah naik selama dua hari berturut-turut lantaran pasokan minyak mentah di Amerika Serikat menyusut ke level terendah sejak 2018. Hal ini mengkhawatirkan terkait adanya kemungkinan lonjakan permintaan pada musim dingin mendatang.
Mengutip data Bloomberg, Kamis (23/9/2021) pukul 14.00 WIB, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) naik tipis 0,17 poin atau 0,24 persen ke US$72,40 per barel. Sementara itu, harga minyak Brent naik 0,16 poin atau 0,21 persen ke US$76,25 per barel.
Harga minyak AS sendiri mencatatkan kenaikan lebih dari 2 persen pada Rabu (229/2021). Pasokan minyak di AS saat ini anjlok selama tujuh pekan berturut-turut, meskipun pasokan bensin secara tak terduga mengalami kenaikan.
Sementara itu, dampak dari penyusutan produksi di Teluk Meksiko setelah Badai Ida masih terasa meskipun sudah tiga pekan berlalu.
Berdasarkan data Energy Information Administration (EIA), pasokan minyak mentah AS anjlok hingga 3,48 juta barel pada pekan lalu ke 414 juta barel. Sementara itu, pasokan bensin naik 3,47 juta barel, menyangkal prediksi Bloomberg Survey akan berkurang 1,47 juta barel.
Harga minyak masih menghadapi tren kenaikan harga karena penyusutan pasokan di Teluk Meksiko meskipun sempat dihadapkan dengan ketidakpastian permintaan setelah adanya serang Covid-19 varian Delta.
Baca Juga
Fokus pelaku pasar saat ini bergeser pada pengetatan pada pasar gas alam yang akan memberikan dampak luas pada kebutuhan dan permintaan energi pada musim dingin mendatang.
Goldman Sachs Group Inc. memprediksikan harga minyak bahkan bisa naik ke level US$90 per barel jika musim dinginnya lebih dingin dari biasanya.
“Ada wacara bahwa pasokan mungkin bisa makin anjlok dan tidak bisa menutup permintaan sampai akhir tahun,” ujar Victor Shum, Vice President of Energy Consulting di IHS Markit, Singapura.
Hal itu bisa mendorong harga minyak terbang ke US$80 sampai US$90 per barel, atau bahkan bisa lebih tinggi lagi.