Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Borong Saham Big Caps saat Harganya Tertekan Jelang FOMC Meeting

Strategi buy on weakness untuk saham BBCA, BMRI, BBRI, ASII, dan TLKM.
Pengunjung berada di sekitar layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta, Rabu (29/1/2020). JIBI/Bisnis/Himawan L Nugraha
Pengunjung berada di sekitar layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta, Rabu (29/1/2020). JIBI/Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA – PT Henan Putihrai Sekuritas merekomendasikan investor untuk memasang strategi beli ketika saham emiten berkapitalisasi jumbo atau big caps melemah sampai periode Federal Open Market Committtee (FOMC) Meeting selesai digelar.

Tim riset Henan Putihrai memperkirakan saham-saham big caps akan mengalami tekanan. Pasalnya, dari sisi global investor tengah menantikan kejelasan tapering The Fed. Sementara dari sisi domestik regulator akan menghitung ulang pembobotan indeks harga saham gabungan (IHSG)

“Dari dalam negeri, kami masih menantikan implementasi sistem pembobotan baru pada IHSG di mana beberapa saham big-cap dan high-beta akan mengalami penurunan bobot terhadap penghitungan IHSG,” tulis tim riset, Senin (20/9/2021).

Maka itu untuk sepekan ini, tim riset menyatakan pilihan investasi di saham-saham big caps masih akan cenderng spekulatif. Diantaranya adalah BBCA, BMRI, BBRI, ASII, dan TLKM. Mereka menyarankan investor untuk menerapkan strategi buy on weakness.

“Namun sebaliknya, kami melihat saham-saham mid-cap dan small-cap masih akan memperoleh momentum positif,” ungkap tim. Adapun Henan Putihrai merekomendasikan sektor telekomunikasi seperti EXCL, TOWR, dan ERAA. Selain itu juga sektor properti seperti SMRA, CTRA, dan BSDE.

Dari sisi global, tim riset memperkirakan, bank sentral AS masih akan dovish atau kemungkinan untuk menunda kenaikan suku bunga atau melakukan kebijakan moneter longgar. Pasalnya, indikator ketenagakerjaan mulai menunjukkan pelemahan.

Adapun penambahan tenaga kerja sektor non-pertanian pada Agustus hanya dapat tumbuh sebanyak 235.000 atau 67 persen dibawah perkiraan 720.000. Adapun standar deviasi antara perkiraan dengan angka aktual selama 5 tahun terakhir hanya 13 persen.

Di sisi lain, inflasi mulai melandai menjadi hanya 0,3 persen MoM pada bulan Agustus, dari 0,5 persen dan 0,9 persen pada Juli dan Juni. Inflasi inti melandai hanya 0,1 persen MoM, dari 0,3 persen dan 0,9 persen pada 2 bulan berturut-turut sebelumnya. Secara YoY, inflasi melandai ke 5,3 persen pada Agustus, dari 5,4 persen pada Juli dan Juni.

“Pelemahan indikator ketenagakerjaan dan melandainya inflasi diperkirakan dipengaruhi oleh semakin meluasnya infeksi varian delta Covid-19 dan tingkat konsumsi yang sudah mendekati maksimal,” tuli Henan Putihrai.

Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Pandu Gumilar
Editor : Farid Firdaus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper