Bisnis.com, JAKARTA- Di saat pandemi membuat kinerja hampir seluruh sektor menciut, perusahaan-perusahaan di bawah bendera MIND ID malah mencatatkan hasil positif. Adopsi protokol kesehatan ketat diklaim menjamin operasional terjaga dan strategi finansial yang jitu membuat laju bisnis MIND ID semakin kencang.
MIND ID merupakan induk usaha BUMN pertambangan yang meliputi beberapa anak usaha, yakni PT Bukit Asam Tbk., PT Aneka Tambang Tbk., PT Timah Tbk., dan PT Freeport Indonesia (PTFI). PT Inalum (Persero) bertindak sebagai induk usaha yang disahkan sejak 2017.
Tengok saja PT Bukit asam Tbk. (PTBA), anggota dari holding, sukses mencatatkan kinerja positif untuk Semester I/2021. Perseroan ini berhasil membukukan laba bersih sebanyak Rp1,8 triliun, naik 38% dibandingkan Rp1,3 triliun laba bersih periode sama pada tahun lalu.
Pencapaian laba bersih didukung dengan pendapatan sebesar Rp10,3 triliun, meningkat 14% dari Rp9,0 triliun capaian di periode sama tahun lalu. Tidak hanya itu, jumlah total aset perusahaan terdongkrak hanya dalam 3 bulan, dari Rp24,5 triliun per 31 Maret 2021 menjadi Rp27,0 triliun pada akhir semester I/2021.
Apollonius Andwie Corporate Secretary PTBA menjelaskan bahwa kenaikan kinerja ini seiring melejitnya permintaan batu bara. Permintaan volume tinggi itupun dibarengi kenaikan harga yang signifikan hingga menyentuh level US$134,7 per ton pada 30 Juni 2021.
“Total produksi batu bara PTBA selama semester I/2021 mencapai 13,3 juta ton dengan penjualan sebanyak 12,9 juta ton,” jelasnya.
Pada tahun ini, perusahaan mematok target produksi menyentuh 30 juta ton, naik dibandingkan 24,8 juta ton pada tahun lalu. Pandemi pun tak menghadang kinerja PTBA, sebab kata Apollonius, aktivitas operasional PTBA tetap berjalan dengan mengadopsi protokol kesehatan yang ketat.
“Sehingga aktivitas produksi dan penjualan dapat berjalan optimal dan aman,” jelasnya.
Anggota MIND ID lainnya, yakni PT Timah Tbk. (TINS) pun membukukan capaian positif pada semester pertama 2021. Hal ini terlihat dari membaiknya performa finansial yang terus tumbuh dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Abdullah Umar, Corporate Secretary TINS mengatakan di pasar komoditas dunia, logam timah menjadi salah satu komoditas dengan performa terbaik pada 2021. Hal ini, tuturnya, menjadi kontribusi positif terhadap pencapaian finansial Perseroan meski perseroan juga turut terkena imbas pandemi Covid-19 sehingga memengaruhi produksi.
Dari sisi produksi, kinerja TINS memang mengalami penurunan. Pada triwulan II/2021, TINS membukukan produksi bijih timah sebesar 11.457 ton atau turun 54% dibandingkan 25.081 ton pada periode sama tahun lalu.
Dari jumlah tersebut bijih timah laut memberikan kontribusi terbesar. Produksi logam timah pada triwulan II/2021 adalah sebesar 11.915 ton atau turun 57% dibandingkan 27.833 ton volume produksi kuartal II/2020. Adapun penjualan logam timah pada triwulan II/2021 sebesar 12.523 ton atau turun 60% dibandingkan 31.508 ton pada kuartal sama tahun lalu.
Namun sebaliknya, peforma keuangan TINS justru memetik hasil cemerlang. Perbaikan kinerja finansial TINS, kata Abdullah, tidak lepas dari komitmen manajemen untuk terus berbenah, sehingga pada 2 Agustus 2021 saham TINS menjadi konstituen di papan IDX30 dan LQ45 yang merupakan indeks prestisius di pasar modal Tanah Air.
“Naiknya harga logam timah akibat menyusutnya suplai di pasar, ditambah efisiensi yang terukur menjadi faktor naiknya margin dan laba perseroan,” terangnya.
Pada triwulan II/2021 TINS berhasil membukukan laba operasi sebesar Rp630 miliar. Bandingkan dengan capaian yang sama tahun lalu yang minus Rp227 miliar. Selain itu, laba tahun berjalan mencapai Rp270 miliar, meningkat pesat dibandingkan triwulan II-2020 yang minus Rp390 miliar.
Adapun earnings before interest, taxes, depreciation and amortization (EBITDA), melesat menjadi Rp1,04 triliun. Pada periode yang sama tahun sebelumnya, perusahaan hanya mencapai Rp348 miliar. Arus kas operasi pun naik signifikan menjadi Rp2,58 triliun berbanding triwulan II/2020 Rp620 miliar.
Pada periode yang sama, pendapatan TINS turun 27% dari Rp8,03 triliun menjadi Rp5,87 triliun namun perseroan memiliki rasio profitabilitas yang sehat,. Hal ini tergambarkan dari rasio Gross Profit Margin (GPM) sebesar 19% naik dibandingkan triwulan II/2020 yang mencapai 3% dan rasio Net Profit Margin (NPM) sebesar 5%. Pada periode yang sama tahun lalu NPM minus 5%.
Adapun rasio Debt Equity Ratio (DER) pada triwulan II/2021 sebesar 103% berhasil menyusut dibandingkan periode akhir 2020 sebesar 142%. Utang bank jangka pendek pun berhasil diturunkan dari Rp3,8 triliun pada akhir tahun 2020, menjadi Rp2,2 triliun.
Sementara itu, sebagai entitas tersendiri PT Inalum (Persero) mencatatkan pertumbuhan dari sisi produksi. Sepanjang semester I/2021, jumlah produksi alumunium mencapai 123.000 ton, naik 2,5% dibandingkan 120.000 ton pada paruh pertama tahun lalu, sedangkan kinerja penjualan sejauh ini sebanyak 120.000 ton.
Saat ini, Inalum berfokus melakukan hilirisasi serta peningkatan produksi. Perseroan telah menyiapkan dana sebesar US$318 juta sebagai belanja modal membiayai proyek-proyek tersebut.
Salah satu proyek besar Inalum yakni pembangunan Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) di Mempawah, Kalimantan Barat. Proyek lainnya adalah ekspansi smelter serta modernisasi tungku pada fasilitas alumunium di Sumatra Utara, serta pembangunan smelter di Kalimantan Utara yang mempunyai kapasitas hingga 1 juta ton alumunium.