Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penurunan AUM Diproyeksi Rp30 Triliun Akibat Insentif PPh Bunga Obligasi

Mulai tahun ini pajak obligasi di reksa dana menjadi 10 persen. Lalu insentif PPh bunga obligasi untuk investor juga berubah dari 15 persen menjadi 10 persen.
ILUSTRASI REKSA DANA. Bisnis/Himawan L Nugraha
ILUSTRASI REKSA DANA. Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA – Trimegah Asset Management mengestimasikan penurunan dana kelolaan atau asset under management (AUM) reksa dana sebagai efek secondary dari insentif pajak penghasilan (PPh) bunga obligasi kepada investor.

Direktur Utama Trimegah Asset Management Antony Dirga menyebutkan estimasi tersebut berlaku jika terjadi perubahan perilaku investor dari yang sebelumnya berinvestasi mengandalkan reksa dana obligasi atau yang dikenal dengan reksa dana terproteksi menjadi berinvestasi langsung di instrumen obligasi.

“Penurunan AUM ini kami estimasikan bisa mencapai Rp10 triliun hingga Rp30 triliun,” ungkap Antony kepada Bisnis, Jumat (10/92021).

Antony mengungkapkan bahwa dari perspektif bisnis dalam jangka pendek, kehilangan AUM berdampak negatif untuk manajer investasi.

Sementara, dari segi performance atau gerakan pasar reksa dana insentif PPh bunga obligasi tersebut ungkapkannya akan berdampak netral.

Lebih lanjut untuk jangka panjang, Antony meyakini bahwa peluang bisnis selalu ada untuk manajer investasi yang fokus mengelola investasi secara profesional dan menghasilkan kinerja yang baik.

Sebelumnya Antony mengungkapkan bahwa relaksasi PPh tersebut sebenarnya dalam jangka panjang sehat untuk industri reksa dana. Namun, dalam jangka pendek justru akan menyebabkan reksa dana obligasi kehilangan competitive advantage-nya.

Menurutnya relaksasi PPh bunga obligasi dari 15 persen menjadi 10 persen tersebut dapat mengakibatkan redemption yang besar dari reksadana obligasi dan menyebabkan turunnya dana kelolaan reksa dana di Tanah Air.

Jika diurutkan, ungkap Antony salah satu dampak terbesar relaksasi PPh tersebut ke pasar obligasi adalah perpindahan tangan pemilik obligasi dari perbankan dan reksadana ke investor ritel ataupun institusi lainnya.

Besar kemungkinan lanjut Antony, dalam jangka pendek net additional demand yang real sebenarnya terbatas. Di mana investor mengalihkan uang yang sebelumnya diperuntukkan untuk konsumsi atau kebutuhan lainnya menjadi investasi obligasi akibat adanya relaksasi ini.

Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengungkapkan hal senada. Dia menyampaikan bahwa insentif PPh bunga obligasi tersebut membuat reksa dana terproteksi kehilangan daya tariknya.

“Yang paling terpengaruh adalah reksa dana terproteksi karena bagi investor institusi, jadi tidak ada insentif pajaknya lagi, terlihat di tahun ini memang dana kelolaan reksa dana terproteksi terus menurun,” kata Wawan kepada Bisnis, Kamis (9/9/2021).

Wawan menjelaskan bagi investor institusi seperti asuransi sebelumnya insentif PPh tersebut akan lebih menarik memiliki obligasi lewat reksa dana terproteksi karena pajaknya hingga tahun lalu 5 persen.

Namun, mulai tahun ini pajak obligasi di reksa dana menjadi 10 persen. Lalu insentif PPh bunga obligasi untuk investor juga berubah dari 15 persen menjadi 10 persen.

Maka ungkap Wawan, bagi investor institusi malah lebih menarik mengelola obligasi sendiri, daripada menggunakan reksa dana. Di mana akan dikenai manajemen fee.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper