Bisnis.com, JAKARTA – Pemberian keringanan Pajak Penghasilan (PPh) bunga obligasi untuk investor domestik dinilai dapat memperkuat peranan pemilik modal dalam negeri dalam menjaga kondisi pasar obligasi Indonesia.
Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario Maruto mengatakan, pemberian insentif keringanan Pajak Penghasilan (PPh) bunga obligasi untuk investor domestik merupakan langkah yang tepat dalam upaya pendalaman pasar surat utang Indonesia.
“Ini insentif pemanis yang sangat bagus agar pasar Surat Berharga Negara (SBN) dan obligasi secara umum di Indonesia semakin semarak,” katanya saat dihubungi pada Senin (6/9/2021).
Ia menjelaskan, keringanan ini berpotensi menarik lebih banyak investor domestik untuk masuk ke pasar SBN. Apalagi, saat ini investor domestik menjadi penopang pasar surat utang Indonesia ditengah tingkat kepemilikan asing terhadap SBN yang berada di bawah level sebelum pandemi virus corona.
Berdasarkan data dari laman Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, hingga 1 September 2021, tingkat kepemilikan asing pada Surat Berharga Negara (SBN) Indonesia tercatat sebesar Rp980,44 triliun atau 22,44 persen dari total surat utang.
Jumlah tersebut lebih rendah secara persentase dibandingkan kepemilikan asing pada periode Desember 2020 lalu, dimana asing memiliki 25,16 persen atau Rp973,91 triliun dari SBN Indonesia yang dapat diperdagangkan.
Baca Juga
Potensi kenaikan partisipasi investor akan berimbas secara langsung terhadap tingkat likuditas pasar SBN yang semakin melimpah. Hal ini akan membuat imbal hasil (yield) obligasi pemerintah bergerak menguat.
Ramdhan melanjutkan, ke depannya perdagangan surat utang juga akan semakin tinggi dari sisi volume. Hal tersebut disebabkan karena penerbit, baik korporasi maupun pemerintah, dapat menekan biaya penerbitan surat utang (cost of fund).
“Emisi dari penerbit juga akan ikut naik karena cost of fund nya rendah, sedangkan minat investor terhadap surat utang Indonesia masih sangat bagus,” lanjutnya.
Data dari laman Asian Bonds Online ADB mencatat, tingkat imbal hasil Surat Utang Negara Indonesia seri acuan 10 tahun berada pada kisaran 6,1 persen. Selama 1 pekan terakhir, yield SUN Indonesia tercatat menguat 7,8 basis poin.
Sementara itu, Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas Handy Yunianto mengatakan relaksasi ini merupakan langkah yang tepat untuk menciptakan kesetaraan (level playing field) antara investor domestik dengan investor luar negeri. Sebelumnya pemerintah juga telah menurunkan PPh bunga obligasi bagi investor asing.
Menurut Handy, pajak bunga obligasi yang lebih rendah akan menarik lebih banyak investor, terutama dari dalam negeri. Hal ini nantinya akan memperkuat posisi imbal hasil (yield) surat utang Indonesia.
“Sehingga, meskipun nantinya penerimaan dari pajak lebih rendah, biaya penerbitan (cost of fund) juga dapat ditekan oleh pemerintah,” katanya.
Handy memprediksi, relaksasi ini akan menurunkan penerimaan pajak pemerintah sekitar Rp1,3 triliun pada tahun ini dan sekitar Rp3,8 triliun per tahun setelahnya.
Ia menambahkan, level playing field yang tercipta dari kebijakan ini juga akan menjaga harga obligasi di level yang menarik untuk para investor.
Sebagai catatan, pergerakan harga obligasi dan yield obligasi saling bertolak belakang. Kenaikan harga obligasi akan membuat posisi yield mengalami penurunan sementara penurunan harga akan menekan tingkat imbal hasil.
Secara terpisah, Senior Economist Samuel Sekuritas Fikri C. Permana menambahkan, insentif keringanan PPh ini akan semakin meningkatkan minat investor untuk membeli SUN ataupun obligasi korporasi. Pasalnya, peraturan ini juga memberikan keringanan kepada investor saat membeli obligasi.
“Dengan pajak yang lebih rendah maka permintaan investor terhadap SUN ataupun obligasi korporasi diharapkan mengalami kenaikan,” katanya.
Sementara itu, Vice President Economist Bank Permata Josua Pardede memperkirakan, insentif pemotongan pajak dapat mendorong permintaan terhadap obligasi. Kendati demikian, kenaikan permintaan tersebut tidak akan terlalu signifikan.
“Diperkirakan proporsi kepemilikan SBN di luar dana pensiun, perbankan, Bank Indonesia (BI), dan investor asing adalah sekitar 10 persen hingga 20 persen dari total, sehingga peningkatan permintaan akibat pajak cenderung terbatas.
Di sisi lain, insentif ini berpotensi menarik calon-calon investor-investor obligasi domestik dari sisi ritel. Manurut Josua, kebijakan ini diharapkan dapat menarik minat investor ritel untuk menaruh dananya di SBN dibandingkan instrumen lainnya.
Lebih lanjut, Josua menambahkan, dampak insentif pemotongan pajak terhadap yield dalam jangka pendek cenderung terbatas. Ia mengatakan efek kebijakan ini terhadap pergerakan imbal hasil baru akan terlihat dalam jangka menengah hingga panjang.
“Dalam jangka menengah, kebijakan ini diharapkan mampu meningkatkan basis investor domestik yang mengurangi ketergantungan pada investor asing. Sehingga, yield dari SBN cenderung stabil,” katanya.
Adapun, insentif keringanan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 91 Tahun 2021 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Berupa Bunga Obligasi yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap. Beleid ini berlaku per tanggal 30 Agustus 2021.
Pasal 1 peraturan tersebut menyebutkan, obligasi yang dimaksud adalah surat utang, surat utang negara, dan obligasi daerah yang berjangka waktu lebih dari 12 bulan yang diterbitkan oleh pemerintah atau nonpemerintah, termasuk surat yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah atau sukuk.
Selanjutnya, bunga obligasi tersebut yakni imbalan yang diterima atau diperoleh pemegang obligasi dalam bentuk bunga, ujrah/fee, bagi hasil, margin, penghasilan sejenis lainnya, dan/atau diskonto.
Sementara itu, Pasal 2 ayat 2 pada PP 91/2021 menetapkan tarif pajak yang bersifat final pada bunga obligasi ditetapkan sebesar 10 persen.
Pada pasal 3 ayat 1, pemerintah menetapkan ketentuan pengenaan pajak penghasilan yang bersifat final tidak berlaku untuk beberapa pihak.
Pertama, wajib pajak dana pensiun yang pendirian atau pembentukannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau telah mendapatkan izin dari Otoritas Jasa Keuangan dan memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (3) huruf h Undang-Undang Pajak Penghasilan dan peraturan pelaksanaannya.
Kedua, insentif ini tidak berlaku untuk wajib pajak bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia.