Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Minyak Memanas, Dipicu Pernyataan The Fed dan Badai Gurun

Harga minyak memenas setelah adanya badai yang menahan pasokan dan pelemahan dolar AS merespons pernyataan The Fed.
Tempat penyimpanan minyak di Pelabuhan Richmond in Richmond, California/ Bloomberg - David Paul Morris
Tempat penyimpanan minyak di Pelabuhan Richmond in Richmond, California/ Bloomberg - David Paul Morris

Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak memanas pada perdagangan akhir pekan seiring dengan nada dovish Federal Reserve yang melemahkan dolar AS.

Pelemahan dolar AS membuat harga komoditas yang menggunakan mata uang tersebut menjadi lebih murah. Di sisi lain, harga minyak terdorong sentimen badai tropis di Pantai Teluk Amerika Serikat, yang menahan prospek lebih banyak pasokan ke pasar.

Harga minyak WTI kontrak Oktober naik 1,32 dolar AS menjadi 68,74 dolar AS per barel pada Bursa Perdagangan New York. Harga minyak mentah Brent untuk pengangkutan Oktober meningkat 1,63 dolar mendekati 72,70 dolar per barel di Bursa Berjangka ICE London.

Mengutip Antara, harga minyak memanas menyusul Badai Ida diperkirakan menimbulkan tanah longsor di sepanjang Gulf Coast bagian utara AS pada pekan ini.

"Badai tropis saat ini menghantam fasilitas minyak di Gurun Meksiko. Sejumlah perusahaan minyak mulai mengevakuasi minyak mereka dan menahan produksi," ujar pengamat energi Commerzbank Research Carsten Fritsch, Jumat.

Menurut Badan Informasi Energi AS sekitar 1,8 juta barel minyak mentah diproduksi di Gurun Meksiko AS, yakni sekitar 17 persen produksi minyak mentah AS.

Selama pekan ini, harga acuan minyak AS melonjak 10,6 persen, sementara harga minyak Brent naik 11,5 persen berdasarkan harga kontrak bulanan di muka.

Harga komoditas juga mendapat sentimen positif seiring dengan pelemahan dolar AS, akibat sinyal dovish dari Federal Reserve.

Ketua Fed Jerome Powell menyebutkan pergerakan untuk memulai tapering (pengurangan) pembelian aset tidak boleh diinterpretasikan sebagai sinyal bahwa kenaikan suku bunga akan segera menyusul.

"Waktu dan laju pengurangan pembelian aset yang akan datang tidak akan ditujukan untuk membawa sinyal langsung mengenai waktu kenaikan suku bunga, di mana kami telah mengartikulasikan tes yang berbeda dan secara substansial lebih ketat," kata Powell, mengutip Bloomberg.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Newswire
Editor : Hafiyyan
Sumber : Antara, Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper