Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

The Fed Beri Sinyal Pengetatan, Harga Minyak Setuh Level Terendah Sejak Mei

Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) ambles 3,24 persen atau 2,12 poin ke US$63,34 per barel. Sementara itu, harga minyak mentah Brent turun 2,77 persen atau 1,89 poin ke US$66,36 per barel.
Kilang minyak lepas pantai di Skotlandia/Bloomberg-Jason Alden
Kilang minyak lepas pantai di Skotlandia/Bloomberg-Jason Alden

Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak kompak memerah pada perdagangan Kamis (19/8/2021) pukul 17.30 WIB usai bank sentral AS atau Federal Reserve memberi sinyal pengetatan atau tapering.

Berdasarkan data Bloomberg, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) ambles 3,24 persen atau 2,12 poin ke US$63,34 per barel. Sementara itu, harga minyak mentah Brent turun 2,77 persen atau 1,89 poin ke US$66,36 per barel.

“Pelemahan harga minyak tertekan oleh kenaikan pada persediaan bensin AS yang mengisyaratkan permintaan bahan bakar berada di bawah ancaman di tengah kekhawatiran kasus covid-19 varian delta,” tulis riset harian Monex Investindo Futures, Kamis (19/8/2021).

Harga minyak berpeluang dijual menguji level support US$62,90 selama harga tidak mampu menembus level resisten US$64,50.

“Namun kenaikan lebih tinggi dari level resisten tersebut, maka harga minyak berpeluang dibeli menguji level resisten selanjutnya US$65,30. Rentang perdagangan potensial di sesi Eropa US$62,90 - US$65,30,” tulis tim riset Monex.

Dilansir Bloomberg, berdasarkan risalah pertemuan Juli lalu yang terbit Rabu (18/8/2021), para petinggi The Fed pada bulan lalu menyetujui untuk memperlambat laju pembelian obligasi pada akhir tahun ini.

Tekanan pada harga minyak makin bertambah setelah data Energy Information Administration (EIA) menunjukkan bahwa meskipun stok minyak mentah AS turun, ada kenaikan mengejutkan dalam ketersediaan bensin, yang menandakan permintaan bahan bakar jadi berisiko mengingat adanya ancaman Covid-19 varian delta.

Reli harga minyak sepanjang semester pertama tahun ini kehilangan momentum untuk melanjutkan kenaikan pada Juli dan Agustus setelah adanya ancaman pada permintaan karena adanya penyebaran Covid-19 varian Delta, termasuk di China sebagai negara importir terbesar.

Kenaikan dolar AS pada beberapa pekan terakhir juga menjadi salah satu penghambat keaikan harga karena membuat harga komoditas dari AS menjadi lebih mahal. Di saat yang sama, negara-negara anggota OPEC+ memutuskan untuk memperbanyak produksi.

“Keseluruhan pasar minyak sedang rapuh, jadi risalah The Fed justru menambah kerentanan pada keanikan harga minyak. Risikonya sangat luas di seluruh pasar,” kata Howie Lee, Ekonom, Oversea-Chinese Banking Corp.  

Untuk mendorong perekonomian AS karena dihantam pandemi, The Fed telah membeli aset sampai senilai US$120 miliar setiap bulannya. Langkah tersebut mendukung harga komoditas dan saham. Namun, pada risalah terakhir diputuskan untuk mulai mengurangi pembelian tersebut.

Cepatnya penyebaran varian delta dan adanya kemungkinan AS untuk kembali melakukan kebijakan pengetatan kegiatan masyarakat membayangi permintah dan konsumsi komoditas energi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper