Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Dibuka Terkoreksi Ke Rp14.372, Tertekan Dolar AS

Pagi ini nilai tukar rupiah terdepresiasi 20 poin atau 0,14 persen ke Rp14.372,5, sedangkan indeks dolar AS naik 0,02 persen ke 92,815
Karyawati salah satu bank memperlihatkan uang rupiah dan dolar di Jakarta, Kamis (29/4/2021). Bisnis/Arief Hermawan P
Karyawati salah satu bank memperlihatkan uang rupiah dan dolar di Jakarta, Kamis (29/4/2021). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA - Nilai tukar rupiah terpantau melemah pada pembukaan perdagangan Senin (9/8/2021).

Berdasarkan data Bloomberg, pagi ini nilai tukar rupiah terdepresiasi 20 poin atau 0,14 persen ke Rp14.372,5. Sementara indeks dolar AS naik 0,02 persen ke 92,815

Sebelumnya, nilai tukar rupiah diprediksi akan melemah pada hari Senin seiring dengan rilis data ketenagakerjaan AS.

VP Economist Bank Permata Josua Pardede mengatakan, nilai tukar rupiah akan cenderung bergerak melemah terbatas pada Senin (9/8/2021) pekan depan. Hal ini terjadi seiring dengan proyeksi data non farm payroll (NFP) AS yang diproyeksi lebih tinggi dari perkiraan.

“Rupiah diperkirakan bergerak pada kisaran Rp14.300 – Rp14.400,” katanya saat dihubungi.

Josua memaparkan, kenaikan NFP diperkirakan kembali mendorong ekspektasi percepatan proses tapering dari The Fed. Hal ini bepotensi meningkatkan permintaan terhadap dolar AS.

Penguatan dolar AS juga ditopang oleh rilis data inflasi AS pada pertengahan minggu depan. Meski demikian, bila indikator AS lebih buruk dibandingkan ekspektasi, maka pergerakan dolar akan cenderung berbalik arah.

“Sehingga rupiah juga masih berpotensi menguat,” tambahnya.

Berdasarkan data Bloomberg, rupiah terdepresiasi 0,07 persen menjadi Rp14.352 per dolar AS pada Jumat (6/8/2021).

Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi menjelaskan penguatan dolar AS terjadi karena investor menantikan laporan ketenagakerjaan di AS.

Data tersebut dinilai dapat mengindikasikan AS bakal memperketat kebijakan moneternya lebih awal dari Eropa dan Jepang, yang mana di kedua wilayah tersebut prospeknya tampak masih jauh.

Pernyataan Wakil Ketua Fed Richard Clarida awal pekan ini tentang kondisi menaikkan suku bunga dapat terjadi pada akhir 2022 telah memicu kekhawatiran pengurangan stimulus dapat dimulai pada awal tahun ini.

“Pandangannya digaungkan oleh Gubernur Fed Christopher Waller ketika pemulihan ekonomi dari Covid-19 berlanjut dan pasar tenaga kerja membaik,” tulis Ibrahim dalam riset harian, Jumat (6/8/2021).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper