Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menyiapkan roadmap menyebut penerapan keuangan berkelanjutan berbasis environmental, social, and governance (ESG) tahap II periode 2021-205.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menuturkan penerapan keuangan berkelanjutan berbasis ESG di pasar modal sangat penting karena akan memberikan nilai positif bagi emiten dan pasar keuangan Indonesia.
Untuk mendukung hal tersebut, tambahnya, OJK telah menyusun peta jalan atau roadmap keuangan berkelanjutan tahap II yakni 2021—2025.
"Pada implementasi roadmap tahap II yang sedang berlangsung saat ini, fokus utama OJK adalah menyelesaikan kendala-kendala yang dihadapi untuk mewujudkan keuangan berkelanjutan di Tanah Air," paparnya, Selasa (27/7/2021).
Salah satu upaya yang dilakukan OJK adalah dengan memberi insentif bagi emiten yang ingin menerbitkan surat utang berwawasan lingkungan atau green bond untuk memacu minat perusahaan dalam mengimplementasikan ESG.
“Kita mengeluarkan Peraturan OJK tentang penerapan keuangan berkelanjutan, salah satunya insentif pengurangan biaya pungutan sebesar 25 persen dari biaya pendaftaran dan pernyataan pendaftaran green bond,” kata Wimboh.
Baca Juga
Selain itu, OJK juga mendorong produk-produk pasar modal bertema ESG. OJK mencatat saat ini setidaknya ada 11 manajer investasi yang membuat produk reksa dana bertema ESG dengan indeks acuan Sri Kehati.
Belum lama ini Bursa Efek Indonesia juga merilis indeks IDX ESG Leaders yang berisi saham-saham yang memiliki penilaian ESG. Indeks ini juga diharapkan dapat menjadi acuan produk pasar modal seperti reksa dana.
OJK mencatat setidaknya ada enam tantangan utama dalam implementasi keuangan berkelanjutan dan tindak lanjut Roadmap Tahap I.
Pertama, rendahnya portofolio green loan / financing dan penerbitan green bond. Kedua, rendahnya kesadaran industri keuangan mengenai inisiatif keuangan berkelanjutan.
Ketiga, belum tersedianya standar hijau. Keempat, besarnya peluang investasi hijau yang belum dimanfaatkan.
Kelima, belum terintegrasinya risiko LST/ESG. Keenam, perlunya peningkatan koordinasi dan kerja sama dengan kementerian/lembaga.