Bisnis.com, JAKARTA – Pergerakan harga batu bara yang terus melonjak tidak berbanding lurus dengan harga saham emiten batu bara.
Pengamat Pasar Modal Rivan Kurniawan menjelaskan salah satu faktor memengaruhi lambatnya pergerakan harga saham emiten batu bara adalah isu environmental, social, and governance (ESG).
Menurutnya, di beberapa negara isu ESG sudah menjadi perhatian yang mengarah ke energi yang lebih ramah lingkungan salah satunya Indonesia.
"Kalau kita lihat dari helicopter view-nya, banyak negara termasuk Indonesia mengarah ke energi yang terbarukan tapi waktunya tidak dalam waktu dekat," jelas Rivan dalam unggahan YouTube pribadinya, dikutip Kamis (22/7/2021).
Rivan menjelaskan Indonesia sendiri baru menargetkan energi terbarukan mencapai 50 persen pada 2050, artinya masih ada waktu 30 tahun menuju target tersebut. Dia memperkirakan akan ada waktunya batu bata tergantikan dalam waktu yang lama tetapi tidak dalam waktu dekat.
"Kita pun kalau mau ke emiten batu bara juga tidak berencana untuk hold sampai jangka waktu yang panjang tapi lebih mengarah ke momentum," imbuhnya.
Baca Juga
Selain isu ESG, Rivan mengatakan kinerja emiten baru bara seperti ADRO, PTBA, HRUM, dan INDY pada kuartal I/2021 dari pencapaian labanya masih jauh di bawah 2020.
Menurutnya, pencapaian tersebut adalah hal yang wajar karena kenaikan dari average selling price dari perusahaan tersebut belum sepenuhnya tercermin di kuartal I/2021.
"Kalau dilihat harga kenaikan batu bara ada di April dan Juni sehingga estimasinya kenaikan harga batu bara mulai tercermin di laporan keuangan pada Kuartal II/2021 dan Kuartal III/2021," pungkasnya.
Investor yang dikenal menerapkan value investing ini memperkirakan pendapatan emiten baru bara di Kuartal II/2021 dan Kuartal III/2021 mulai meningkat sehingga dapat mendongkrak harga sahamnya.
Sebelumnya, pergerakan harga batu bara acuan (HBA) menembus US$115,35 per ton pada Juli 2021, naik US$15,02 per ton dari posisi Juni 2021 yang mencapai US$100,33 per ton. Peningkatan itu membuat HBA Juli mencetak rekor tertinggi sejak Desember 2011, yaitu US$112,67 per ton.
Sementara itu, pada akhir sesi I pukul 11.30, saham ADRO terpantau naik 6,45 persen ke level Rp1.320 per saham. Namun, sejak awal tahun (year-to-date/ytd) saham ADRo masih melemah 7,69 persen.
Sementara itu, saham PTBA menguat 5,63 persen ke Rp2.250 hari ini, tetapi masih melemah 19,93 persen sejak awal 2021.
Di sisi lain, saham HRUM naik 4,15 persen menjadi Rp5.650 per saham dan telah menguat 89,6 persen sejak awal tahun, sedangkan saham INDY menguat 8,05 persen ke Rp1.410 per saham, tetapi masih terkoreksi 18,5 persen ytd.