Bisnis.com, JAKARTA — Analis dan ekonom memangkas target indeks harga saham gabungan (IHSG) hingga akhir 2021 seiring dengan perkembangan pasar sepanjang paruh pertama tahun ini.
Seperti diketahui, kinerja indeks harga saham gabungan semester I/2021 dinilai berada di bawah ekspektasi.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, pada penutupan perdagangan terakhir Juni 2021, indeks komposit parkir di level 5985,07 alias hanya mampu mencetak penguatan 0,11 persen sepanjang paruh pertama tahun ini.
Pada perdagangan Jumat (16/7/2021), IHSG mampu bertahan di zona hijau dan parkir di level 6.072,51 atau menguat 0,43 persen. Sepanjang perdagangan, IHSG bergerak dalam kisaran 6.051,75 - 6.079,13.
Head of Equity Research BNI Sekuritas Kim Kwie Sjamsudin mengatakan seiring dengan perkembangan saat ini, BNI Sekuritas melihat adanya peningkatan risiko hingga 30 persen untuk pertumbuhan pendapatan emiten untuk tahun buku 2021.
Pemulihan kinerja keuangan emiten di tengah kondisi yang masih menantang diharapkan jadi pendorong IHSG di paruh kedua tahun ini. Namun, kondisi pandemi membuat pertumbuhan pendapatan pada tahun ini berpotensi lebih rendah dari perkiraan
Untuk itu, BNI Sekuritas memangkas target IHSG di akhir 2021 menjadi 6.600 setelah sebelumnya di awal tahun ini memasang target IHSG yang cenderung bullish yakni bisa mencapai 7.000 di akhir 2021.
Baca Juga
“Ini sehubungan dengan lonjakan kasus Covid-19 yang terjadi akhir-akhir ini. Di sisi lain jika akselerasi program vaksin bisa benar-benar terealisasi, akan memberi sentimen positif ke pasar,” ujarnya dalam riset yang dikutip Bisnis, Minggu (18/7/2021)
Dia menjelaskan, lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia menjadi salah satu risiko utama yang membayangi. Ini juga diperparah dengan program vaksinasi yang dinilai lebih lambat dari ekspektasi pelaku pasar.
Sementara itu, potensi tapering The Fed yang diperkirakan bakal lebih cepat dari skenario awal juga menambah tekanan di pasar sehingga indeks komposit kemungkinan sulit untuk mencapai target awal yang telah ditetapkan.
“Ada potensi volatilitas selagi pasar menanti pengumuman The Fed setelah mereka memberikan sinyal tapering. Walaupun kami meyakini banyak risiko yang sudah priced in dan diperhitungkan pelaku pasar, kami tetap melihat adanya kemungkinan koreksi,” tulisnya.
Meskipun demikian, sejumlah katalis diharapkan bisa mendorong kinerja IHSG di sisa tahun ini antara lain pendapatan emiten yang bertumbuh, kehadiran unicorn di lantai bursa, program vaksinasi yang berhasil dipercepat, dan kembalinya investor asing.
Dia menambahkan, percepatan vaksinasi berpotensi memberikan suntikan bahan bakar kepada sektor-sektor yang selama ini terpukul oleh lonjakan kasus Covid-19 seperti ritel, properti, dan konsumer.
Selain itu, dia juga melihat beberapa emiten dari sektor pertambangan menarik untuk dipilih seiring isu dekarbonisasi di kancah global yang bakal memberikan pelemahan pada pergerakan emiten-emiten tersebut.
“Koreksi lanjutan ini seharusnya jadi kesempatan untuk beli,” kata Kim.
Adapun pilihan saham-saham yang direkomendasikan BNI Sekuritas pada semester II/2021 antara lain BBRI, BMRI, TLKM, ASII, SMGR, ICBP, KLBF, MDKA, CTRA, dan PWON.
Sementara itu, Chief Economist Tanamduit Ferry Latuhihin mengatakan saat ini dia merevisi target IHSG di akhir 2021 menjadi 6.700 dari sebelumnya 7.000 karena situasi pasar di pertengahan tahun ini jauh di luar perkiraan sebelumnya.
“Dengan adanya lockdown [PPKM Darurat] dan kenaikan kasus baru yang sangat, sangat, sangat fantastis, dengan begini saya revise down. Masih masuk akal IHSG 6.700 itu, kalau sekarang 6.000 berarti sampai akhir tahun masih bisa 10 persen—11 persen lagi,” tuturnya dalam sesi diskusi virtual belum lama ini.
Menurutnya, target tersebut akan ditopang oleh kinerja para emiten di kuartal II/2021 yang diproyeksi positif dan perkembangan dari penanganan pandemi Covid-19 di dalam negeri. Bahkan, jika sesuai harapan, maka target IHSG bisa kembali direvisi naik.
“Kalau kinerja keuangan di kuartal II/2021 ini benar-benar sesuai ekspektasi, market bisa ngacir lagi karena didukung external force,” imbuhnya.
Dia menuturkan, saat ini negara-negara tujuan ekspor Indonesia seperti Amerika Serikat dan Eropa tampak mulai berhasil menangani pandemi. Terlihat dari kegiatan masyarakat di sana yang berangsur normal sehingga berpotensi mengerek kinerja ekspor Indonesia.
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.