Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah menuju pelemahan mingguan terbesar sejak April 2021 menyusul perselisihan antara Arab Saudi dan Uni Emirat Arab mengaburkan prospek pasokan. Selain itu, penyebaran varian delta virus corona menekan permintaan.
Dilansir Bloomberg, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) stabil di dekat level US$73 per barel. WTI tenggelam hampir 3 persen sepanjang pekan ini, menghentikan kenaikan mingguan enam pekan berturut-turut yang telah mengangkat harga ke level tertinggi sejak 2014.
Sementara itu, harga minyak Brent melemah 0,05 persen ke level US$74,08 per barel pada pukul 11.14 WIB.
Selain itu, penguatan dolar AS dan keluarnya investor dari perdagangan reflasi juga membebani prspek minyak mentah.
Penurunan WTI selama sepekan terakhir terjadi meskipun data resmi pada hari Kamis menunjukkan penurunan stok minyak mentah AS, serta rekor permintaan bahan bakar. Kepemilikan minyak nasional telah menyusut ke level terendah sejak Februari 2020 karena aktivitas meningkat seiring peluncuran vaksin untuk memerangi pandemi.
Setelah naik 11 persen bulan lalu, Juli menjadi lebih menantang untuk komoditas minyak, didorong oleh ketidakpastian pasokan dan permintaan.
Baca Juga
Meskipun perselisihan di Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dapat mendorong kelompok ini mempertahankan level produksi pada bulan Agustus, ada juga ruang bagi anggota untuk menambahkan barel secara sepihak.
Pada saat yang sama, pembukaan kembali perekonomian di AS dan Eropa membantu konsumsi energi, tetapi meningkatnya infeksi dari virus corona varian delta menimbulkan risiko menurunnya permintaan.
Ekonom Oversea-Chinese Banking Corp. Howie Lee mengatakan yang terjadi sebenarnya di pasar minyak sejalan dengan melemahnya keseluruhan sentimen risiko global. Namun, pandangannya tetap bullish pada minyak mentah.
“OPEC+ mungkin atau mungkin tidak kembali ke meja perundingan tetapi kemungkinan perang harga penuh seperti yang yang kita lihat tahun lalu masih rendah,” ungkap Howie, seperti dikutip Bloomberg.