Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak jatuh pada akhir perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB), karena kegagalan negara-negara penghasil minyak utama atau kelompok OPEC+ mencapai kesepakatan mengenai kebijakan produksi memicu kekhawatiran atas ketidakpastian.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman September merosot 1,10 dolar AS atau 1,5 persen, menjadi ditutup pada 73,43 dolar AS per barel. Sehari sebelumnya Brent juga anjlok 2,63 dolar AS atau 3,4 persen per barel.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS terpangkas lagi 1,17 dolar AS atau 1,6 persen, menjadi menetap di 72,20 dolar AS per barel, setelah jatuh 1,79 dolar AS atau 2,4 persen per barel di sesi sebelumnya.
Mengutip Antara, kedua harga acuan minyak mentah menguat lebih dari satu dolar AS per barel di awal sesi, mirip dengan aksi pada Selasa (6/7/2021), tetapi kemudian berbalik jatuh.
Pasar minyak mentah telah bergejolak selama dua hari terakhir setelah gagalnya pembicaraan antara produsen minyak utama Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, termasuk Rusia, yang dikenal sebagai OPEC+, telah menahan pasokan selama lebih dari setahun sejak permintaan menurun selama pandemi virus corona.
Baca Juga
Kelompok ini mempertahankan hampir 6 juta barel per hari dari pengurangan produksi dan diperkirakan akan menambah pasokan, tetapi pertemuan tiga hari gagal untuk menutup perpecahan antara Saudi dan Uni Emirat Arab.
Untuk saat ini, perjanjian yang ada yang menahan pasokan tetap berlaku. Tetapi perpecahan tersebut juga dapat menyebabkan produsen, yang ingin memanfaatkan rebound permintaan, mulai memasok lebih banyak minyak yang diprediksi sebelumnya.
"Beberapa orang takut akan perang produksi, tapi saya pikir kebanyakan orang berpikir itu tidak mungkin," kata Phil Flynn, analis senior di Price Futures Group di Chicago.
"Ada kemungkinan UEA dapat meninggalkan OPEC dan melakukan hal itu sendiri, dan jika itu terjadi, maka itu akan menjadi masalah persaingan untuk pangsa pasar."
Rusia sekarang memimpin upaya mengatasi perpecahan antara Saudi dan UEA untuk membantu mencapai kesepakatan guna meningkatkan produksi minyak dalam beberapa bulan mendatang, kata tiga sumber OPEC+.
Menteri Energi Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman meredam kekhawatiran perang harga dalam sebuah wawancara dengan CNBC pada Selasa (6/7/2021).
"Kegagalan perjanjian produksi belum tentu merupakan kabar baik bagi harga minyak," kata Eugen Weinberg, analis energi di Commerzbank Research, dalam sebuah catatan pada Rabu (7/7/2021).
"Harga minyak mungkin hanya akan naik lebih jauh jika OPEC+ tetap pada kesepakatan pengurangan produksinya, yaitu dengan produksi minyak dinaikkan hanya pada Juli dan kemudian dipertahankan stabil hingga April 2022," katanya.
Harga-harga dapat menemukan beberapa dukungan dari penurunan persediaan minyak mentah AS, kata Flynn.
Stok minyak mentah AS turun 8 juta barel untuk pekan yang berakhir 2 Juli, menurut dua sumber pasar, mengutip angka American Petroleum Institute, dibandingkan dengan perkiraan penurunan 4 juta barel oleh analis dalam jajak pendapat Reuters.
Data persediaan resmi pemerintah akan dirilis pada Kamis waktu setempat, mundur sehari setelah libur Hari Kemerdekaan AS.