Bisnis.com, JAKARTA – Rencana BPJS Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek mengurangi porsi investasi di saham dan reksa dana belum lama ini menjadi sorotan.
Hingga akhir Februari 2021, total dana kelolaan (asset under management/AUM) mencapai BP Jamsostek mencapai Rp 489,89 triliun. Dana tersebut ditempatkan oleh BP Jamsostek pada instrumen investasi yang beragam.
Penjabarannya, 65 persen diinvestasikan pada instrumen obligasi, 14 persen pada saham dan 12 persen di deposito. Selanjutnya, dana juga diinvestasikan sebesar 8 persen di reksa dana, di investasi properti sebesar 0,4 persen dan paling kecil ditempatkan melalui penyertaan langsung sebesar 0,1 persen.
Komisaris Bursa Efek Indonesia Pandu Patria Sjahrir mengatakan isu tersebut masih menjadi diskusi dengan semua stakeholder.
"Bisa dibilang BPJS adalah salah satu isu besar karena mereka pengelola dana pensiun, kita berharap ada clarity karena merupakan investor terbesar di BEI, sayang sekali kalau tidak beroperasi dengan wajar," kata Pandu dalam acara Bisnis Indonesia Mid Year Economic Outlook secara virtual Selasa (6/7/2021).
Pandu mengatakan fenomena tersebut tentu saja akan memberikan efek negatif kepada pasar. Apalagi, dana yang dikelola adalah dana masyarakat yang harusnya diinvestasikan ke ekuitas.
Baca Juga
"Kalau tidak ke bidang ekuitas akan kemakan dengan inflasi," katanya.
Kendati demikian, dia meyakni apabila BP Jamsostek memutuskan mengurangi porsi investasinya, maka ruang yang ditinggalkan tersebut akan diisi oleh investor asing atau lokal lain.
Adapun sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam Ikhstisar Hasil Pemeriksaan Semester II/2020 memberikan rekomendasi agar direktur utama BP Jamsostek, pertama, membuat mekanisme cut loss secara jelas dan tegas sehingga dapat dijadikan pedoman pengambilan keputusan cut loss.
Kedua, mempertimbangkan untuk melakukan take profit atau cut loss saham-saham yang tidak ditransaksikan antara lain saham SIMP, KRAS, GIAA, AALI, LSIP, dan ITMG.
Ketiga, melakukan rekomposisi kepemilikan reksa dana untuk mengantisipasi terjadinya ketidakstabilan pasar dengan mempertimbangkan risiko dan hasil investasi yang lebih optimal.
Keempat, menyusun dan menerapkan langkah-langkah pemulihan unrealized loss secara rinci dengan tidak hanya menggantungkan pada faktor uncontrollable seperti IHSG serta memulihkan likuiditas dan solvabilitas Program JHT minimal pada angka 100 persen.