Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah dinilai masih perlu menerbitkan Surat Utang Negara (SUN) sebesar Rp858 triliun pada paruh kedua 2021.
Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas Handy Yunianto menjelaskan secara tahun berjalan, pemerintah sudah berhasil menerbitkan SUN senilai Rp687,3 triliun atau hampir 45 persen dari target tahunan. Berdasarkan asumsi defisit fiskal, target tersebut mencapai 5,7 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) yang senilai Rp1.007 triliun.
“Pada semester II/2021, kami perkirakan pemerintah masih perlu menerbitkan obligasi sebesar Rp858 triliun, yang akan datang dari penerbitan global bond, ritel, private placement, dan lelang reguler,” paparnya kepada Bisnis, Jumat (2/7/2021).
Handy mengungkapkan risiko suplai SUN di Indonesia masih dalam kendali karena dukungan dari dalam negeri masih kuat. Terutama, dari perbankan yang sudah mencatatkan pembelian obligasi senilai Rp254 triliun atau 50,1 persen dari total emisi.
Disusul oleh Bank Indonesia (BI) dan lembaga keuangan non perbankan yang mencatatkan net buy masing-masing Rp120,1 triliun dan Rp97,1 triliun selama tahun berjalan.
Dia melanjutkan tren tawaran masuk terhadap SUN pada kuartal kedua tahun ini, mengalami peningkatan seiring dengan naiknya permintaan dari investor dalam negeri serta asing.
Baca Juga
Hal ini menyebabkan partisipasi BI di lelang Surat Berharga Negara (SBN) mengalami tren penurunan. Artinya, bank sentral masih memiliki amunisi yang banyak untuk melakukan pembelian SBN jika terjadi gejolak lagi di pasar SBN.
“Perhitungan kami, BI sudah beli SBN total Rp120,1 triliun secara year-to-date (ytd) atau 23,7 persen dari total penerbitan obligasi lewat lelang. Dengan asumsi BI masih bisa beli 25-30 persen dari target issuances SBN, maka kami perkirakan pada semester II/2021, BI masih bisa beli lebih dari Rp200 triliun dari lelang,” papar Handy.
Lebih jauh, dia menilai investasi di pasar obligasi masih akan positif tahun ini. Hal ini didukung beberapa faktor, di antaranya likuiditas yang masih tinggi dan masih rendahnya suku bunga di Indonesia.
Valuasi obligasi pun disebut masih menarik, baik jika dibandingkan dengan emerging market maupun secara historical pattern. Ke depan, risiko suplai obligasi diperkirakan berkurang sejalan dengan rencana pemerintah melakukan prudent fiscal hingga maksimal minus 3 persen PDB pada 2023.
“Sehingga kami masih memproyeksikan yield SUN bertenor 10 tahun di 6 persen pada 2021,” sebut Handy.
Namun, dia juga menyebutkan ada beberapa faktor risiko yang bisa menyebabkan yield SUN berada di atas proyeksinya. Faktor tersebut adalah jika penanganan Covid-19 terus memburuk atau kenaikan suku bunga The Fed dilakukan lebih cepat dari perkiraan awal.