Bisnis.com, JAKARTA — Investor asing terpantau melakukan pembelian saham-saham big caps di tengah koreksi yang mendera indeks harga saham gabungan (IHSG) di perdagangan awal pekan ini, Senin (21/6/2021)
Pada penutupan hari ini, indeks komposit parkir di level 5.996,25 setelah melemah 0,18 persen atau 10,97 poin. Setelah dibuka melemah pada level 5.959,96, IHSG sempat berbalik menguat hingga menyentuh level 6.021,49 tetapi kembali tertekan ke zona merah jelang akhir perdagangan.
Dari seluruh saham yang diperdagangkan hanya 177 saham menguat, sedangkan 345 memerah, dan 117 sisanya menguning alias tak beranjak dari level penutupan sebelumnya.
Di akhir perdagangan hari ini, kapitalisasi pasar IHSG berada di level Rp,7119,25 triliun. Total transaksi tercatat Rp13,62 triliun dengan aksi beli bersih asing mencapai Rp2,1 triliun di seluruh pasar.
Saham-saham berkapitalisasi jumbo jadi sasaran beli asing, seperti tiga saham perbankan pelat merah PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI), PT Bank Negara Indonesia Tbk. (BBNI), dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) yang masing-masing mencatat net foreign buy Rp81,1 miliar, Rp68,7 miliar, dan Rp63,2 miliar.
Saham PT Unilever Indonesia Tbk. (UNVR), PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM), dan PT Pakuwon Jati Tbk. (PWON) juga mengalami hal serupa. UNVR mencatat net foreign buy Rp37,5 miliar, TLKM Rp30,9 miliar, dan PWON Rp10,7 miliar.
Baca Juga
Namun demikian, maraknya transaksi beli investor asing didorong oleh crossing saham PT Sinar Mas Multiartha Tbk. (SMMA). Emiten Grup Sinar Mas itu mencatatkan net buy Rp2,25 triliun hari ini.
Direktur Perdagangan dan Pegaturan Anggota BEI Laksono Widodo menilai aksi beli bersih asing kemungkinan merupakan spekulasi buy on weakness di kala saham-saham di bursa Indonesia tengah mengalami koreksi.
“Jumat kemarin waktu indeks turun dalam, asing yang jualan. Kalau sekarang asing net buy, mungkin mereka buy on weakness dan lokalnya ngejar ketinggalan Jumat lalu,” ujar Laksono, Senin (21/6/2021)
Sementara itu mengenai IHSG yang kembali melanjutkan koreksinya hari ini, Laksono menilai alasan utamanya adalah sentimen global yakni karena taper tantrum yang terjadi seiring rencana The Fed untuk menaikkan suku bunga di kuartal I/2022.
“Alasan kedua, yang bukan alasan utama, adalah kekhawatiran terkait Covid-19,” pungkasnya.