Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Saham DCII, EDGE dan ARTO Jadi Premium, Berat Buat Ritel?

Perlu diperhatikan bahwa Gojek mulai membeli saham Bank Jago di harga Rp1.150 per saham.
Karyawan memantau pergerakan harga saham di Kantor Mandiri Sekuritas,  Jakarta, Rabu (15/7/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawan memantau pergerakan harga saham di Kantor Mandiri Sekuritas, Jakarta, Rabu (15/7/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA—Sejumlah nama baru menghuni daftar teratas saham dengan harga premium di Bursa Efek Indonesia. Di saat yang sama, sejumlah nama lama masih menjadi penghuni tetap.

Berdasarkan data Bloomberg per penutupan pasar Rabu (16/6/2021), secara berurutan saham dengan harga paling tinggi yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia antara lain saha PT DCI Indonesia Tbk. (DCII) di level Rp59.000 dan PT Indointernet Tbk. (EDGE) di level Rp36.250

Kemudian diikuti oleh PT Gudang Garam Tbk. (GGRM) di level Rp35.650, PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) di level Rp31.925, dan PT Metropolitan Kentjana Tbk. (MKPI) di level Rp25.200.

Selain itu, terdapat saham PT United Tractors Tbk. (UNTR) di level Rp22.650, PT Indotambangraya Megah Tbk. (ITMG) Rp16.725, PT Bayan Resources Tbk. (BYAN) sebesar Rp14.050, dan PT Bank Jago Tbk. (ARTO) sebesar Rp14.000, dan saham PT Supreme Cable Manufacturing & Commerce Tbk. (SCCO) Rp11.475.

Nama-nama seperti GGRM, BBCA, dan UNTR telah dikenal lama sebagai saham dengan harga premium.

Sebaliknya, dua yang teratas merupakan pendatang baru, bahkan keduanya baru melantai di awal tahun ini. Begitu juga dengan ARTO yang baru melesat beberapa bulan terakhir.

Head of Equity Trading MNC Sekuritas Medan Frankie Wijoyo Prasetio menuturkan mayoritas saham yang masuk dalam jajaran top 10 saham dengan harga paling tinggi di Bursa memang memiliki kapitalisasi pasar yang gemuk seiring aset yang cukup masif seperti BBCA, ITMG, UNTR, dan GGRM.

“Jika saham-saham ini memiliki harga premium adalah wajar atas stabilitas kinerja, juga aset yang telah dikumpulkan selama bertahun-tahun lamanya. Juga kapitalisasi pasarnya tidak naik secara dadakan,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (16/6/2021).

Namun, kata Frankie, yang menarik adalah saham-saham dari emiten yang berhubungan dengan teknologi yakni saham bank digital ARTO serta saham layanan data center yakni DCII dan EDGE yang kompak mencetak kenaikan harga sangat tinggi sehingga kapitalisasi pasarnya ikut menebal.

“Ini menarik. Sektor teknologi ini lebih dulu booming di Amerika Serikat, sedang di Indonesia masih dalam tahap pengembangan,” katanya.

Frankie menyebut saham bank digital ARTO mengalami kenaikan sekitar 2.400 persen sejak tahun lalu dan kini telah menembus level 14.000. Kenaikan lebih agresif dicatat DCII dan EDGE, yang juga tidak memerlukan waktu yang lama untuk terbang tinggi. 

Untuk ARTO, Frankie menyebut kenaikan harganya ditopang oleh sentimen bank digital, di mana Gojek melalui PT. Dompet Karya Anak Bangsa mengkoleksi saham ARTO sebanyak 21 persen.

“Jadi proyeksinya Gojek bakal menggunakan Bank Arto sebagai basis transaksi finsialnya. Namun perlu diperhatikan bahwa Gojek mulai membeli sahamnya di harga Rp 1.150,” imbuhnya.

Sementara untuk duo saham milik Toto sugiri, DCII dan EDGE, keduanya mengalami kenaikan yang luar biasa terdorong oleh bisnis keduanya yang berkaitan dengan penyedia layanan cloud dan data center. Layanan ini akan dibutuhkan untuk mendukung berbagai ekosistem digital saat ini, seperti e-commerce.

Selain itu, kehadiran pemilik saham di keduanya pun ikut menjadi sentimen. EDGE baru diakuisisi Digital Edge ltd, perusahaan memiliki sektor yang sama asal Hongkong. Sementara DCII terkerek naik setelah Anthoni Salim kembali menambah kepemilikan sahamnya.

Secara fundamental, Frankie memang melihat ada ketimpangan dengan kapitalisasi pasar emiten-emiten tersebut.

Dia mencontohkan, saham GGRM saat ini berada di level Rp35.650 dengan kapitalisasi sekitar 67 trilliun, memiliki ekuitas sebesar Rp60,2 triliun per kuartal I/2021. Sementara saham DCII  seharga Rp59.000 per saham dengan kapitalisasi 140,6  triliun, hanya memiliki ekuitas 918 miliar.

“Saham-saham kapitalisasi besar masih banyak yang cukup menarik dan undervalued. Seperti GGRM, juga dari sektor batubara seperti UNTR, ITMG dan BYAN,” pungkas Frankie.

Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Farid Firdaus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper