Bisnis.com, JAKARTA – Harga emas bertahan dalam kisaran ketat dan ditutup menguat tipis pada perdagangan Rabu (9/6/2021), ketika investor menantikan data inflasi Amerika Serikat yang dapat membentuk arah kebijakan moneter Federal Reserve.
Kontrak emas paling aktif untuk pengiriman Agustus di divisi Comex New York Exchange, terdongkrak US$1,1 atau 0,06 persen dan ditutup di US$1.895,50 per troy ounce. Sehari sebelumnya, Selasa (8/6), emas berjangka jatuh US$4,4 atau 0,23 persen ke US$1.894,40.
Direktur perdagangan logam High Ridge Futures David Meger mengatakan fundamental yang mendasari tetap menguntungkan untuk logam mulia.
“Meskipun mungkin ada reaksi pasar spontan jika inflasi berjalan lebih panas dari yang diperkirakan, The Fed kemungkinan akan tetap berpegang pada pandangannya bahwa setiap lompatan bersifat sementara,” ungkap Meger, seperti dikutip Antara, Rabu (9/6/2021).
Pelaku pasar akan mencerna data indeks harga konsumen (IHK) AS pada Kamis waktu setempat untuk mencari tanda-tanda bahwa Fed dapat mulai mengakhiri kebijakan moneter ultra-longgarnya secara bertahap. Pelaku pasar juga menunggu pertemuan Bank Sentral Eropa (ECB) pada hari yang sama.
“Satu elemen utama yang mendukung gagasan The Fed bahwa inflasi akan bersifat sementara, adalah bahwa dari basis historis, imbal hasil obligasi pemerintah AS tidak menunjukkan tekanan inflasi,” kata analis senior Kitco Metals Jim Wyckoff.
Baca Juga
Namun, Wyckoff menambahkan bahwa melonjaknya harga-harga bahan baku merupakan indikasi tren inflasi, juga mendukung emas.
Emas dianggap sebagai lindung nilai terhadap inflasi yang kemungkinan didorong oleh stimulus besar dari bank-bank sentral dan pemerintah di seluruh dunia.
Tetapi harga emas semakin rentan terhadap kemunduran jangka pendek karena arus spekulatif sekarang melambat di samping arus fisik di tengah pertempuran India melawan Covid-19 dan memudarnya permintaan China, tulis TD Securities dalam sebuah catatan.