Bisnis.com, JAKARTA - Pasar modal dalam negeri tengah diramaikan sejumlah aksi perusahaan keluarga yang siap mencatatkan saham perdana di Bursa Efek Indonesia.
Terbaru, PT Bank Multiarta Sentosa (Bank Mas) dijadwalkan melakukan penawaran umum saham perdana atau initial public offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Juni ini.
Salah satu entitas grup Wings itu akan melepas 186,18 juta saham baru dengan kisaran harga penawaran yang cukup premium di kisaran Rp3.000 hingga Rp4.000. Dengan demikian, Bank Mas berpotensi meraup dana segar sebanyak-banyaknya Rp774,706 miliar.
Selain itu, salah satu entitas grup Rajawali di bidang pertambangan mineral, PT Archi Indonesia, juga berencana IPO pada Juni 2021 dengan melepas sebanyak-banyaknya 4,9 miliar saham.
Saham itu akan ditawarkan dengan harga penawaran berkisar Rp750 hingga Rp800 per saham, sehingga perseroan berpotensi menggalang dana sebanyak-banyaknya Rp3,97 triliun. Aksi IPO itu pun diyakini menjadi yang terbesar dalam 3 tahun terakhir.
Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana menjelaskan bahwa aksi IPO apapun akan selalu membawa dampak yang positif bagi pasar modal dalam negeri. Apalagi, jika yang ditawarkan oleh calon emiten memiliki nilai yang cukup jumbo.
Baca Juga
Namun, terkait sejumlah perusahaan keluarga konglomerasi yang mulai melantai di bursa, dia menilai dampaknya akan sesuai dengan tujuan perusahaan grup masing-masing.
“Jika tujuannya memang benar-benar ingin mencari dana segar, maka nilai IPO pasti besar, tetapi jika langkah IPO hanya untuk ala kadarnya mungkin hanya akan melepas 10 -15 persen saja, tidak benar-benar untuk publik,” ujar Wawan kepada Bisnis, Senin (7/6/2021).
Wawan menjelaskan, menjadi perusahaan publik akan mempermudah penjualan perusahaan karena pajak transaksi saham di bursa jauh lebih murah dibandingkan dengan jual beli langsung.
Dengan demikian, terdapat sejumlah perusahaan keluarga yang memutuskan untuk melantai di bursa semisal jika perusahaan itu ingin diwariskan ke keluarga.
Terkecuali untuk perusahaan keluarga di sektor perbankan, yang pada umumnya memang didorong untuk melakukan IPO sebagai langkah strategis jika membutuhkan dana segar untuk penyelamatan.
Adapun, Wawan menilai terdapat entitas perusahaan keluarga maupun konglomerasi yang belum berkeinginan melantai di bursa karena masih didukung penuh oleh perusahaan induk. Biasanya induk perusahaan ini memiliki keuangan solid maupun akses pembiayaan alternatif yang tidak kalah menarik.
Secara terpisah, Analis Senior CSA Research Institute Reza Priyambada mengatakan bahwa dampak sejumlah perusahaan keluarga yang melantai di bursa akan bergantung dari seberapa besar nilai saham yang ditawarkan dan seberapa banyak jumlah lembar saham yang ditawarkan.
“Anggaplah market cap IHSG pada April kan ada Rp7.096 triliun. Nah, mereka [calon emiten perusahaan keluarga] berapa persennya dari nilai tersebut. Kalau misalkan, satu emiten menyumbang Rp1 triliun ke atas mungkin baru terasa besar dampaknya,” ujar Reza kepada Bisnis, Senin (7/6/2021).
Dia menilai entitas perusahaan keluarga maupun konglomerasi yang belum berkeinginan IPO kemungkinan karena merasa dana internal masih mencukupi untuk ekspansi.