Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Reksa Dana Pasar Uang Jadi Favorit di Semester I 2021

Direktur MNC Asset Management Edwin Sebayang menuturkan sepanjang semester I/2021 ini mayoritas investor lebih menggemari reksa dana pasar uang karena volatilitas yang cukup tinggi terjadi di reksa dana berbasis saham dan obligasi.
ILUSTRASI REKSA DANA. Bisnis/Himawan L Nugraha
ILUSTRASI REKSA DANA. Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKATA—Di tengah volatilitas yang mendera pasar saham dan obligasi tahun ini, investor reksa dana cenderung beralih ke aset yang lebih minim risiko. Reksa dana pasar uang yang menjadi jawara sepanjang tahun berjalan pun jadi incaran.

Direktur MNC Asset Management Edwin Sebayang menuturkan sepanjang semester I/2021 ini mayoritas investor lebih menggemari reksa dana pasar uang karena volatilitas yang cukup tinggi terjadi di reksa dana berbasis saham dan obligasi.

Money market, rata-rata [masuk] ke money market karena mungkin mereka juga sedang mencari aman, sambil mereka lihat-lihat kondisi pasar. Kalau nanti stabil saya rasa akan mulai shifting,” kata Edwin kepada Bisnis, Selasa (1/6/2021).

Dia mengatakan, sejauh ini reksa dana pasar uang memang mencetak kinerja paling tinggi di antara jenis reksa dana lainnya. Namun, kondisi ini diyakini akan mulai berubah pada paruh kedua 2021 seiring pasar obligasi dan saham yang berbalik menguat.

Edwin memperkirakan investor bakal mulai kembalih mengalihkan dananya ke aset yang lebih berisiko pada kuartal III dan kuartal IV mendatang seiring kondisi pasar yang diharapkan mulai kondusif dan bergerak naik.

“Pasti akan terkejar [kinerjanya] karena reksa dana pasar uang juga lama-lama akan semakin turun. Saat ini ketersediaan obligasi di bawah 1 tahun semakin sulit dicari, suku bunga juga makin turun. Kinerja money market [full year] mungkin paling tinggi 4,6 persen,” tuturnya.

Lebih lanjut dia menuturkan, reksa dana pendapatan tetap kemungkinan akan lebih dulu menyusul kinerja pasar uang mengingat saat ini kinerjanya terpaut paling dekat.

Adapun, kinerja reksa dana berbasis obligas ini akan terdorong penurunan yield US Treasury tenor 10 tahun yang akan menyeret yield SBN 10 tahun untuk ikut turun sehingga harga obligasi dalam negeri akan naik.

“Ada peluang US Treasury ini yield-nya turun sehingga kemungkinan pendapatan tetap bakal mulai perform,” imbuhnya.

Menurutnya, reksa dana pendapatan tetap berbasis SBN akan lebih dulu rebound, karena saat ini obligasi korporasi cenderung tengah rentan. Mengingat kasus penundaan bayar dan gagal bayar yang makin marak terjadi.

Sementara itu reksa dana saham juga diproyeksi akan berbalik menguat, khususnya untuk produk-produk yang memiliki saham dari sektor tambang seperti saham batubara atau nikel yang diperkirakan akan naik di semester II nanti.

“Jadi untuk saat ini money market dulu sambil wait and see, baru nanti mulai switching ke Pendapatan Tetap yang SBN dulu, kalau nanti sudah selesai kasus-kasus [gagal bayar obligasu] bisa masuk ke corporate, baru mulai ke [reksa dana] saham,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Ropesta Sitorus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper