Bisnis.com, JAKARTA – Harga Bitcoin terpantau meninggalkan kembali posisi US$40.000 setelah mengalami volatilitas tinggi selama beberapa waktu terkait berbagai isu pelarangan penggunaan mata uang kripto tersebut di Iran maupun beberapa regional di China.
Berdasarkan data Coindesk pada Jumat (28/5/2021) pukul 15.51 WIB, aset Bitcoin terpantau turun 5,79 persen, bertengger di posisi US$36.806,64. Saat ini telah dibukukan US$685,78 miliar kapitalisasi pasar cryptocurrency terbesar di dunia.
Padahal kemarin, Kamis (27/8/2021), harga Bitcoin sempat mencoba merangkak naik dan menyentuh level US$40.089,51 pukul 21.59 WIB pasca pemerintah Iran melarang penambangan Bitcoin pada Rabu (26/5/2021) waktu setempat.
Mengutip Bloomberg pada Jumat (28/5/2021), Presiden Iran Hassan Rouhani melarang penambangan ilegal Bitcoin yang memicu terjadinya pemadaman listrik di beberapa wilayah Iran.
Peraturan tersebut segera berlaku setelah Rouhani mengumumkan kebijakannya melaluii televisi pemerintah hingga 22 September 2021 mendatang. Selain terkait pemadaman listrik pemerintah Iran juga turut serta menggemakan larangan regional yang diberlakukan oleh Negeri Tirai Bambu, China.
Ditambah dengan keputusan produsen mobil listrik AS Tesla Inc. yang mengumumkan tidak akan menggunakan token Bitcoin untuk penjualan mobilnya setelah sempat menyatakan rencananya untuk menerima pembelian menggunakan Bitcoin.
Baca Juga
Keduanya diketahui tidak menggunakan mata uang kripto tersebut terkait dengan masalah lingkungan yang kemudian juga memicu penurunan nilai Bitcoin yang sempat menembus rekor tertinggi pada April lalu.
Pada 23 Mei 2021, harga Bitcoin sempat meluncur ke level US$31.248,62, setelah pemilik Tesla Inc. Elon Musk berkicau melalui media sosialnya dan beberapa kali terbukti mempengaruhi pergerakan harga Bitcoin. Sementara Bitcoin sempat mencapai harga tertinggi sepanjang masa US$64.870 pada April 2021.
Pemerintah Iran melaporkan telah menindak 85 persen penambang cryptocurrency yang tidak memiliki izin, bahkan meminta mata-mata untuk menemukan penambang yang menyembunyikan komputer di berbagai tempat, mulai rumah hingga masjid.
Harga listrik bersubsidi di sana memungkinkan penambang untuk menjalankan komputer kompleks yang bersaing untuk memecahkan masalah matematika dan menerima Bitcoin sebagai hadiahnya.
University of Cambridge memperkirakan Iran adalah rumah bagi 3,4 persen penambangan Bitcoin dalam empat bulan pertama tahun 2020, menempatkannya di peringkat keenam secara global. Sementara China jauh memimpin 69,3 persen.
Di Iran sendiri terdapat 50 pusat penambangan berlisensi yang tersebar di 14 dari 31 provinsinya dan totalnya mengonsumsi 209 megawatt listrik, ungkap operator jaringan Tavanir dalam sebuah pernyataan resmi pada Rabu (26/5/2021).