Bisnis.com, JAKARTA — Syarat penerbitan sukuk yang lebih kompleks dibandingkan dengan obligasi konvensional dinilai membuat minat penerbitan sukuk cenderung lebih rendah.
Mengacu pada data Otoritas Jasa Keuangan per akhir April 2021, total outstanding sukuk korporasi saat ini hanya sebesar Rp32,28 triliun dari 171 sukuk yang masih beredar. Jumlah tersebut jauh lebih kecil dibandingkan outstanding obligasi konvensional yang lebih dari Rp400 triliun.
Head of Economic Research Pefindo Fikri C. Permana mengatakan saat ini memang ada beberapa persyaratan tambahan untuk menerbitkan sukuk, sehingga para penerbit lebih cenderung memilih obligasi konvensional.
“Secara teknis agak lebih tricky dibandingkan konvensional biasa, butuh pemahaman tersendiri juga. Ditambah lagi literasi pelaku pasar, baik penerbit maupun investor mungkin belum terlalu se-advance obligasi biasa,” katanya ketika dihubungi Bisnis, Rabu (19/5/2021)
Seperti diketahui, ada beberapa syarat dalam penerbitan sukuk yang tidak diwajibkan untuk penerbitan obligasi konvensional salah satunya emiten penerbit sukuk harus memiliki underlying asset sebagai jaminan.
Kemudian, perhitungan untuk besaran imbal hasil sukuk juga berbeda dengan obligasi konsensional, juga harus lolos syarat-syarat DSN MUI. Penerbit sukuk juga harus memiliki tim ahli syariah (TAS).
Baca Juga
Meskipun demikian, Fikri menyebut adanya insentif terkait penerbitan sukuk diharapkan dapat mendorong emiten untuk memilih surat utang syariah. Didorong pula oleh kegiatan literasi yang lebih dalam terkait efek syariah.
Sementara itu belum lama ini, tepatnya per Jumat (26/3/2021) Bursa Efek Indonesia mulai memberlakukan Peraturan Nomor I-G perihal Pencatatan Sukuk, sebagai pengembangan Peraturan I-B perihal Pencatatan Efek Bersifat Utang.
Peraturan baru itu mencakup empat hal diantaranya; pertama, tidak mengatur persyaratan yang bersifat kuantitatif sebagaimana diatur dalam peraturan sebelumnya tetapi tetap memenuhi aspek perlindungan investor.
Selain itu turut mengakomodasi perusahaan yang termasuk dalam perusahaan aset skala kecil dan menengah sebagaimana dimaksud dalam POJK 53/POJK.04/2017 untuk dapat menerbitkan Efek Bersifat Utang.
Kedua, ketentuan biaya pencatatan sukuk relatif lebih rendah dibandingkan dengan pencatatan efek bersifat utang, dalam rangka mendukung peningkatan penerbitan Sukuk di pasar modal oleh BEI
Selanjutnya, terdapat stimulus terhadap biaya pencatatan tahunan sukuk berupa pemotongan sebesar 50 persen dari penghitungan nilai biaya pencatatan tahunan sukuk, selama jangka waktu 5 tahun sejak diterbitkannya Peraturan I-G.
Terakhir, bagi sukuk yang telah tercatat di BEI sebelum Peraturan I-G diberlakukan, ketentuan mengenai biaya pencatatan tahunan akan ditagihkan mulai Januari 2022.
Sedangkan bagi perusahaan tercatat, calon perusahaan tercatat dan pemerintah daerah yang telah memperoleh persetujuan prinsip untuk melakukan pencatatan sukuk sebelum tanggal diberlakukannya Peraturan I-G, maka masih berlaku tarif biaya pencatatan tahunan sebagaimana diatur dalam peraturan sebelumnya.