Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak bergerak stabil setelah menguat selama tiga pekan berturut-turut didorong pemulihan permintaan di beberapa wilayah. Permintaan yang lebih tinggi itu mencerminkan optimisme konsumsi yang lebih tinggi walaupun pandemi Covid-19 masih bercokol di beberapa negara Asia.
Mengutip Bloomberg pada Senin (17/5/2021), harga minyak West Texas Intermediate (WTI) kontrak pengiriman Juni melemah 9 sen menjadi US$65,28 per barel di New York Mercantille Exchange pada pukul 08.41 waktu SIngapura.
Harga sempat menanjak 2,4 persen pada Jumat (14/5/2021) dan selama sepekan harga minyak sudah menguat 0,7 persen.
Harga minyak Brent kontrak pengiriman Juli turun 10 sen menjadi US$68,61 per barel di ICE Futures Europe Exchange setelah menguat 2,5 persen pada Jumat (14/5/2021).
Adapun, perekonomian Amerika Serikat dan China bersama sejumlah negara Eropa terlihat mulai rebound dari pandemi seiring dengan vaksinasi yang dijalankan.
“Timespread minyak Brent yagn menjadi acuan global juga melebar dalam tren bullish yang memberi sinyal ada pengetatan [pasokan] di pasar [karena kenaikan permintaan],” tulis Bloomberg, dikutip Senin (17/5/2021).
Baca Juga
Sementara itu, pasokan bahan bakar di stasiun pengisian bahan bakar (SPBU) terpantau kembali normal setelah Colonial Pipeline Co. melanjutkan produksi. Namun, disrupsi bahan bakar diperkirakan tetap akan terjadi di beberapa wilayah AS bagian timur dan selatan.
Lebih lanjut, harga minyak tampaknya berhasil menembus kisaran terdekat di US$60 per barel dan diperkirakan bakal terus melanjutkan momentum kenaikannya.
Namun, tetap perlu diingat bahwa beberapa negara di dunia masih jauh dari kata pemulihan ekonomi seperti di India, Singapura, dan Taiwan.
Selain itu, prospek aliran minyak dari Iran juga menjadi tantangan bagi pergerakan harga minyak. Saat ini, Iran masih berusaha untuk keluar dari sanksi nuklir dan perundingan masih berlangsung dengan hasil yang belum dapat dipastikan.